Tak jarang ada beberapa momen dalam pekerjaan yang membuat saya harus berangkat pukul 6.30 pagi dan pulang hingga jam 2.00 pagi. Apa yang saya rasakan pun tak disangka juga dirasakan oleh para senior, bahkan hal ini telah terjadi selama turun-temurun dalam momen tertentu.
Bahkan beberapa kali rotasi dalam struktur pekerjaan pun membuat saya yang seharusnya libur, akhirnya harus masuk kembali. Ilustrasinya adalah pekerjaan tersebut sistem sif dengan 2 kali masuk siang, 2 kali masuk pagi, 2 kali masuk malam dan libur. Namun, saat masuk malam kedua, saya dipinda tugaskan untuk pergantian regu, hingga akhirnya setelah masuk malam, saya harus lanjut masuk siang. Artinya tidak ada hari libur di pekan yang seharusnya libur tersebut.
Oke saya pun mencoba untuk tetap mempertahankan asumsi saya, bahwasanya menjadi PNS itu enak, santai, gaji gede, dan menunjang penampilan perlente. Saya pun berbincang dengan teman tentang dinamika menjadi PNS. Dia pun mengisahkan saudarinya yang menjadi PNS Pemprov Kaltim, harus rela lembur tanpa ada jatah uang tambahan, plus pekerjaan administratif yang tumpukannya segede gaban.
Setelah perbincangan tersebut, lah kok tidak menemukan notifikasi dari situs tanya jawab yang pas sekali pembahasannya mengenai pekerjaan ini. Sang penulis adalah seorang PNS yang mengalami nasib serupa. Jam kerja yang telah ditentukan tapi tidak bisa serta-merta pulang begitu saja sebelum menyelesaikan setumpuk berkas lainnya di luar tupoksi yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabnya.
Di luar dinamika tersebut, saya tidak menampik bahwa mungkin saja masih ada PNS yang pekerjaannya memang santai, gaji konstan lancar jaya dibarengi tunjangan yang subhanallah besarannya. Akan tetapi, itu tidak semuanya pukul rata. Semua itu hanyalah “wang sinawang” semata, segala yang kita lihat belum tentu seperti apa yang kita pikirkan.
Bahkan sejatinya saya pun menyayangkan manakala berita kenaikan gaji PNS yang besarannya minimal Rp 9 juta itu dibesar-besarkan, padahal itu sesuatu yang belum pasti. Bahkan cenderung mendorong kecemburuan sosial hingga potensi kenaikan bahan-bahan pangan. Jika itu terjadi, tentulah itu akan semakin melukai masyarakat, terkhusus PNS daerah yang tidak semuanya memiliki struktur pendapatan yang besar, terkecuali di DKI Jakarta.