PROKAL.CO,
Oleh: Sandi Dwi Cahyono
(Ketua Harian Lembaga Bantuan Hukum Mahakam Justitia)
Kejahatan kekerasan seksual di Indonesia, khususnya terhadap anak perempuan, mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hukuman pidana bagi pelaku seperti tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Perlindungan Anak dianggap belum efektif. Sehingga pemerintah menerbitkan Perppu 1/2016 tentang Perlindungan Anak. Yang kemudian disahkan menjadi UU 17/2016. Mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual; pidana mati, seumur hidup, dan maksimal 20 tahun. Plus pidana tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik.
Sebagai respon atas banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan peraturan pelaksana terhadap Pasal 81A Ayat 4 dan Pasal 82A Ayat 3 UU 17/2016, berkaitan dengan sanksi kebiri. Yaitu, PP 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Tindakan kebiri yang dimaksud adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain kepada pelaku kekerasan seksual. Tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan setelah pelaku menjalankan pidana pokok. Jangka waktu kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi selama dua tahun.