Dari Sidang Suap Proyek Infrastruktur Kutim, Terselip Dana Operasional Bupati di APBD 2020

- Sabtu, 9 Januari 2021 | 11:23 WIB
Salah satu sidang kasus suap di Kutim.
Salah satu sidang kasus suap di Kutim.

SAMARINDA–APBD Kutai Timur pada tahun 2020 tak hanya menuangkan pokok pikiran para wakil rakyat. Selain program pembangunan yang teralokasi lewat musyawarah rencana pembangunan (musrenbang), ada pula dana aspirasi eksekutif yang disisihkan sebesar Rp 250 miliar.

Penggunaannya untuk mengakomodasi pembangunan yang tak termuat dalam musrenbang hasil dari tinjauan lapangan bupati. Dari kocek itu, nantinya tersisih fee 10 persen yang bisa menjadi operasional bupati. “Yang saya dengar di rapat TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kutim 2020 seperti itu,” ucap Panji Asmara, kepala Seksi Program Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, (7/1).

Panji Asmara dihadirkan sebagai saksi oleh JPU KPK untuk terdakwa suap yang menyeret Ismunandar (mantan bupati Kutim) dan Encek Unguria Riarinda Firgasih (mantan ketua DPRD Kutim), beserta tiga kepala dinas. Yakni, Aswandini Eka Tirta (mantan kepala Dinas PU Kutim), Musyaffa (mantan kepala Badan Pendapatan Daerah Kutim), dan Suriansyah alias Anto (mantan kepala Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Kutim).

Kala itu, Panji Asmara ikut dalam rapat tersebut mewakili atasannya kepala bidang program Bapenda. Semula, dia mengira dana Rp 250 miliar dalam rapat anggaran medio Oktober 2019 itu untuk sekadar dana jaga-jaga untuk keperluan pembangunan yang tak terakomodasi. Mengingat, usulan yang masuk dari musrenbang terbilang amat banyak dan tak semua bisa termuat dalam APBD.

Tapi, di rapat yang dipimpin langsung Ismunandar ditegaskan dana itu bakal dipergunakan sebagai aspirasi atau operasional bupati 2020. Kala itu, Ismunandar memang meminta Musyaffa, untuk mengatur agar dana itu tak langsung diajukan dalam bentuk kegiatan. Namun harus masuk Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 yang bakal diajukan dan dibahas bersama dengan Badan Anggaran DPRD Kutim. Hal itu diamini Irawansyah (sekkab Kutim) dan Edward Azran (mantan kepala Bappeda Kutim). “Saya dengar di rapat itu, majelis,” lanjutnya bersaksi.

Di depan majelis hakim yang dipimpin Agung Sulistiyono bersama Joni Kondolele dan Ukar Pryambodo itu, dia mengulas, selepas rapat TAPD, dana Rp 250 miliar itu langsung dipilah agar dihandel beberapa kepala dinas. Yakni, Musyaffa menghandel Rp 120 miliar, Suriansyah alias Anto Rp 60 miliar. “Sisanya, Rp 70 miliar diplot untuk pengadaan panel surya. Saya diminta Musyaffa konfirmasi ini ke instansi teknisnya,” lanjut dia. Uang Rp 100 miliar dari Rp 120 miliar yang diatur Musyaffa, langsung dialokasikan untuk pengadaan program prioritas.

 Seperti peningkatan jalan atau pengadaan PJU di Jalan APT Pranoto dan Bukit Pelangi. Sisanya dia tak mengetahui. Beberapa waktu sebelum pertemuan itu, dia juga pernah diminta Musyaffa untuk mencarikan uang senilai USD 10 ribu atau sekitar Rp 150 juta medio September 2019. Di lain kesempatan, Musyaffa pun pernah berujar. “Nanti ada yang telepon. Temui saja dan bawa ke sini apa yang dikasihnya,” ungkap dia menirukan perkataan Musyaffa kala itu.

Permintaan ini beberapa kali terjadi dan diketahuinya apa yang perlu dibawanya itu ialah uang tunai. Dia tak ingat kapan uang itu diambilnya dari beberapa orang berbeda dengan nominal beragam. Ada Rp 700 juta, Rp 300 juta, Rp 1,1 miliar, dan Rp 900 juta. “Saya tak kenal orang-orangnya. Total ada Rp 3,1 miliar,” katanya. Semula, Musyaffa meminta agar dana itu disimpannya dulu. Saksi mengaku waswas menyimpan dana itu lantaran tak jelas bersumber dari mana dana itu. Tapi, beberapa kali sekitar Maret-Mei 2020, Musyaffa meminta uang tersebut.

“Pak Musyaffa minta sekitar Rp 500 juta, saya antar ke rumahnya di Samarinda. Sekitar Rp 2,5 miliar disuruh antar ke Pak Suriansyah alias Anto di rumahnya di Tenggarong (Kutai Kartanegara),” bebernya. Dana tersisa Rp 100 juta disebutnya diberikan Musyaffa kepada dirinya karena bosnya itu tahu dia tengah menjalani perawatan mag akut yang diidapnya. “Tapi saya enggak sempat berobat karena Covid-19 dan diambil lagi (uang) sama Pak Musyaffa,” imbuhnya.

Selain Panji Asmara, ada dua saksi lain yang dihadirkan JPU KPK Ariawan dan Riniyanti. Yakni, Dedy Febriansyah (staf pribadi Musyaffa) dan Ahmad Firdaus (kepala Sub-Bidang Pengkajian Pembangunan Daerah di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kutim). Ahmad Firdaus mengaku pernah mendapat pesan dari Ismunandar untuk menyisipkan beberapa kegiatan yang disusun Bappeda untuk APBD 2020 medio Desember 2019.

“Isinya beragam. Ada jalan, pembangunan masjid, hingga pengadaan mobil ambulans,” sebutnya. Musyaffa pun pernah memintanya bertemu Deky Aryanto (rekanan/penyuap dalam kasus ini). Dari beberapa pertemuan yang terjadi. Dia diminta untuk memberikan rencana kerja untuk Dinas Pendidikan Kutim yang disusun Bappeda ke Deky dan menerima titipan uang yang diketahuinya senilai Rp 2 miliar.

“Pertama Rp 1 miliar. Saya bawa uang itu ke Pak Edward Azran (mantan kepala Bappeda) dan Rp 750 juta diambilnya. Sisanya disuruh saya pegang. Lalu Rp 1 miliar lagi, terus saya tanya ke atasan saya (kepala bidang pembangunan) langsung dibagi-bagi tiga orang masing-masing Rp 419 juta termasuk saya. Dan sudah dikembalikan ketika diperiksa KPK,” paparnya.

Sementara itu, Dedy Febriansyah mengaku pernah diminta Musyaffa untuk mengambil uang dari Deky Aryanto senilai Rp 2,25 miliar di pelataran parkir Dinas Ketenagakerjaan Kutim. Dari bosnya pula dia tahu jika uang itu untuk kepentingan bupati. Dia pun sempat diminta beberapa kali untuk mengantar langsung ke Ismunandar. “Saat itu tak saya serahkan langsung ke Pak Bupati. Lewat beberapa pihak, menantu Pak Ismu (Rudiansyah) dan Derajat. Saya tak tahu siapa Derajat hanya tahu dia sering ada di sekitar bupati,” singkatnya.

Ketika diberi kesempatan menanggapi keterangan para saksi, Ismunandar dan Musyaffa sama-sama menyoal keterangan saksi Panji Asmara. Menurut Ismu, dalam rapat TAPD yang dipimpinnya tersebut tak pernah mengatakan jika fee 10 persen untuk operasionalnya selaku bupati. Begitu pun dengan memecah anggaran itu menjadi tiga bagian. “Soal 10 persen dan pembagian itu saya tahu karena mendapat arahan Musyaffa,” jawabnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X