PROKAL.CO,
SAMARINDA–Praktik penerimaan fee komitmen dari rekanan yang menangani proyek di lingkup Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutai Timur lazim terjadi namun tak tersirat. Semua bagi hasil rekanan itu disetorkan lewat pejabat pembuat komitmen (PPK). Soal besaran fee yang mesti disetor, disebut sesuai kemampuan para rekanan yang mendapat kegiatan di perangkat daerah tersebut. Namun, sejak 2018, besarannya dipatok minimal 5 persen dari nilai kontrak.
“Seingat saya, sejak Pak Aswandini (mantan kepala Dinas PU Kutim) menjabat diseragamkan. Dulu bisa lebih dari itu,” ungkap Masrianto ketika bersaksi dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda Senin (4/1). Kemarin, KPK menghadirkan enam orang PPK yang menangani proyek di Dinas PU Kutim sepanjang 2019-2020. Keenam orang itu Masrianto (Kepala Seksi Tata Guna Sumber Daya Air), Asran Laode (Kasi Pelaksana Jalan dan Jembatan PU Kutim), Rudi Ramadan, Verasiana Yusuf, Haris Affandi, dan Agus Rian Saputra.
Para saksi ini bersaksi untuk para penerima suap dan gratifikasi hasil tangkap tangan komisi antirasuah medio Juli 2020. Mereka adalah, Ismunandar (mantan bupati Kutai Timur) dan Encek Unguria Riarinda Firgasih (mantan ketua DPRD Kutim) beserta tiga kepala dinas. Yakni Aswandini Eka Tirta (mantan kepala Dinas PU Kutim), Musyaffa (mantan kepala Badan Pendapatan Daerah Kutim), dan Suriansyah alias Anto (mantan kepala Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Kutim).
Kembali ke Masrianto, pemberian fee itu diakuinya sudah ada sejak dirinya bertugas di instansi yang menangani pembangunan infrastruktur daerah pada 2016 lalu. Dia mengaku mengenal dengan rekanan Aditya Maharani Yuono, namun tidak dengan Deky Aryanto. Selepas daftar penggunaan anggaran (DPA) untuk Dinas PU terbit dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim medio Februari 2020, lanjut dia, Aditya sempat menemuinya untuk mengklaim proyek pengadaan embung Maloy miliknya sesuai arahan bupati.
“Banyak rekanan yang datang dan sering klaim begitu. Saat itu, saya bilang nanti dikoordinasikan dengan atasan dan buat penawaran sesuai aturan,” tuturnya. Sebulan berselang, selepas pertemuan itu, baru permintaannya itu disampaikannya ke Aswandini. Di pertemuan kedua, sebelum permintaan itu disampaikannya ke kepala Dinas PU, Aditya kembali menemui dan meminta bantuannya untuk membuatkan penawaran agar pasti memenangi lelang proyek tersebut.
“Tapi, saya tak pernah buat yang kayak gitu. Jadi, saya sarankan ke konsultan saja. Dan saya tak tahu lagi seperti apa karena proyek yang saya handel selaku PPK tak ada proyek dia (Aditya),” jelasnya. Soal fee komitmen dari rekanan, dia menyebut memang diseragamkan medio 2018 lewat rapat internal dinas PU. Rapat itu digelar kepala dinas bersama kepala bidang dan kepala seksi. Dari rapat itu, untuk proyek PL alias penunjukan langsung, memang ditetapkan 5 persen. Untuk proyek dari lelang bergantung nilai kontrak namun tak pernah lebih dari 10 persen.