Fokus Urus Nilai Tambah Sumber Daya Alam

- Rabu, 6 Januari 2021 | 09:28 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAUH sebelum pandemi Covid-19, ketergantungan Kaltim terhadap industri pertambangan batu bara telah menimbulkan turbulensi ekonomi. Menurut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang, pada 2008 saat resesi ekonomi dunia, masalah penurunan pendapatan daerah sudah terjadi. Ketika pasar properti Amerika Serikat mengalami guncangan. Bahkan Eropa pada 2014 dan di wilayah Asia juga mengalami hal serupa. Terjadi resesi. “Sepertinya tidak hanya Kaltim, pemerintah pusat juga tidak pernah belajar dari persoalan resesi yang terjadi pada pasar internasional,” ucapnya. 

Menurut dia, itu disebabkan ketergantungan terhadap industri ekstraktif. Ketika negara tujuan menerapkan sistem ketat dan menerapkan lockdown pada seluruh industrinya, permintaan batu bara selama masa pandemi Covid-19 menurun drastis. “Akibatnya penerimaan daerah yang ditopang dari ekspor batu bara mengalami penurunan. Yang akhirnya memengaruhi terhadap pendapatan daerah,” kata Rupang dalam diskusi daring yang digelar Kaltim Post, Kamis (17/12) lalu, yang mengusung tema “Outlook Ekonomi Kaltim 2021: Ekonomi Kaltim Melejit Pasca-Pandemi”. Diskusi yang disiarkan langsung melalui kanal media sosial Kaltim Post, seperti YouTube, Facebook, dan Instagram, merupakan bagian dari persembahan media ini ke pembaca setia di HUT ke-33 Kaltim Post (5/1).

Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum bisa diprediksi kapan tuntas, diharap Rupang, disikapi pemerintah agar mulai melakukan transisi ekonomi di luar industri batu bara. Ekonomi yang lebih stabil dan kuat tanpa ditentukan pasar global, antara lain pertanian serta perikanan demi memperkuat ketahanan pangan Kaltim.  “Namun, berbeda dengan industri yang tidak pernah mendapat sorotan di Kaltim. Seperti UMKM, pangan, dan pertanian. Tidak mendapat proteksi yang kuat. Berbeda dengan yang diberikan kepada industri ekstraktif, seperti batu bara, sawit, dan perkayuan,” ucapnya. Selain itu, kata Rupang, hampir semua masyarakat yang berada di lingkaran kawasan pertambangan mengalami krisis air dan tidak memiliki tabungan air. Seperti yang terjadi di Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), yang secara adiministratif akan hilang akibat pertambangan batu bara.

Jatam mencatat, berdasar data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada 2018, masyarakat termiskin justru berada di daerah yang dominan “mengobral” izin tambang batu bara. Seperti di Kukar yang meloloskan 625 izin usaha pertambangan (IUP) memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Kaltim. Dengan angka 56,56 persen. Disusul Samarinda (39,23 persen), Kemudian Kutai Timur (33,2 persen). “Ini gambaran, kalau sudah menghadirkan kesejahteraan, pemerataan, dan menaikkan kemakmuran hanya mitos,” sindirnya.

Pun demikian dengan kondisi pangan di Kaltim. Surplus batu bara tapi defisit pangan. Di 2018, ada 247.263 ton gabah kering beras yang dihasilkan Kaltim. Sementara jumlah penduduk Kaltim 3,5 juta jiwa. Dengan proyeksi itu, harus ditopang dengan kebutuhan 407.922 ton. Ada defisit 160.658 ton. “Kebutuhan itu dimobilisasi dari Pulau Sulawesi (Sulawesi Selatan), Pulau Jawa (Jawa Timur), dan sebagian dari Kalimantan Selatan. Jadi, Kaltim mengalami krisis. Bahkan di dua kabupaten yang menjadi lumbung pangan juga mengalami krisis dan tantangan,” ucapnya.

Sementara itu, ekonom Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi mengatakan, urusan pertambangan batu bara yang diambil alih pemerintah pusat seharusnya menjadi ajang daerah untuk becermin. Hingga mengapa pemerintah pusat mengambil alih perizinan. Sejak 2017 sampai sekarang terdapat 107 eks lubang tambang yang membuat 33 orang meninggal dunia. “Jangan-jangan daerah gagal,” ujarnya. Kenyataannya ada 33 orang meninggal dunia akibat lubang tambang dan 322 hektare luasan kehancuran efek semua itu.

 

Dia mengusulkan agar Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim mengubah nomenklatur menjadi Dinas Industri Hilir SDA dan Energi Baru Terbarukan. “Jadi, tugasnya mengurusi nilai tambah, bukan perizinan. Apalagi potensi nilai tambah luar biasa,” sebutnya. Antisipasi konsekuensi lingkungan dari banyaknya perizinan nanti, pemerintah daerah dapat menerbitkan peraturan daerah (perda) yang mengatur potensi kehancuran tersebut. “Jadi, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan menolak jika ada perusahaan berpotensi merusak lingkungan,” jelasnya. Dia menegaskan, tidak ada hubungannya perizinan dengan DBH royalti batu bara. Kaltim perlu mengejar penerimaan penjualan hasil tambang berasal dari Kaltim yang saat ini masuk ke kas negara.

 

 Terpisah, akademisi hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan, jika menginginkan ekonomi Kaltim tumbuh, semisal berdaulat dalam hal pangan, sangat mustahil bila masih bergantung pada industri ekstraktif. Atau industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam dan perkebunan. “Kalau kemudian fokusnya masih di sana, masih ada ketergantungan terhadap industri ekstraktif, maka itu omong kosong bicara soal kedaulatan pangan,” katanya.  Menurutnya, jika berbicara ekonomi, tidak hanya berbicara investasi. Tetapi juga harus berbicara environmental ethics atau etika lingkungan.

Menurutnya, hal ini yang tidak dipertimbangkan oleh pemerintah dalam poin pokok UU Cipta Kerja. “Hanya melihat ke depan. Bicara soal investasi, kemudian tagline soal penambahan tenaga kerja, employment effect dan sebagainya. Tetapi lupa di sampingnya. Ada soal lingkungan, kemiskinan, dan lain sebagainya. Itu tidak kemudian dipertimbangkan dalam undang-undang ini,” kritiknya. Pria yang akrab disapa Castro ini melanjutkan, ada pekerjaan besar yang “belum bisa” direalisasikan dalam konteks wacana Kaltim Berdaulat. Jika menginginkan ekonomi Kaltim tumbuh, semisal berdaulat dalam hal pangan, sangat mustahil bila masih bergantung pada industri ekstraktif atau industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam dan perkebunan. (kip/riz/dwi/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X