PP Kebiri Masih Tuai Pro dan Kontra

- Selasa, 5 Januari 2021 | 16:32 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Presiden baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 70/2020 yang mengatur pengebirian pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Aturan itu mendapat apresiasi dari anggota legislatif, tapi tak lepas dari kritik aktivis hukum.

Dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Menurut dia, disahkannya PP itu menunjukkan komitmen pemerintah atas pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak. Apalagi, kasus kekerasan seksual terhadap anak kian meningkat. ”Angka kekerasan pada anak meningkat 48 persen pada 2020. Ini bahaya sekali,” terangnya (4/1).

Kendati terkesan kejam, Sahroni menilai kondisi sudah cukup mendesak. Sehingga sah-sah saja diberlakukan hukuman kebiri sebagai pembuat efek jera. Sebab, dari pengalamannya mengadvokasi korban kekerasan anak, penyelesaian kasusnya justru tidak berpihak kepada korban. ”Sering kali saya menemukan kasus yang tersangkanya tidak dihukum, malah sering bebas. Kita memang butuh hukuman yang lebih tegas seperti kebiri kimia ini,” tandasnya.

Di sisi lain, aktivis hukum menilai kebijakan kebiri kimia ini lebih bersifat populer dan kurang memperhatikan penanganan untuk korban. Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyebutkan, dalam PP itu tidak dijelaskan aspek-aspek apa saja yang harus dipertimbangkan dalam penerapan kebiri kimia. ”PP ini bahkan melempar ketentuan mengenai penilaian, kesimpulan, dan pelaksanaan yang bersifat klinis pada aturan yang lebih rendah,” ucapnya kemarin.

PP tersebut, lanjut Erasmus, juga kurang detail menjelaskan pengawasan, pelaksanaan, dan pendanaan. Dia mencontohkan, di negara lain yang mempraktikkan kebiri kimia, dibutuhkan sistem perawatan serta sumber daya yang mumpuni dan mahal. (deb/c9/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X