Oleh:
Sandi Dwi Cahyono, SH
Ketua Harian Lembaga Bantuan Hukum Mahakam Justitia
Kapolri Jendral Pol Idham Aziz menerbitkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2020 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat (1/1).
Poin penting dalam maklumat tersebut memuat larangan masyarakat untuk mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Bila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat tersebut, maka Polri wajib menindak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelarangan tersebut merupakan bentuk pengerdilan terhadap demokrasi dan berpotensi melanggar Konstitusi, karena dianggap membatasi hak asasi manusia sebagaimana termuat pada Pasal 28 UUD 1945.
Akses terhadap internet merupakan hak atas informasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan peraturan lainnya seperti Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, mengelola, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi yang diperlukan dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Perlindungan hak yang dimiliki oleh setiap orang turut melekat juga pada dirinya ketika mereka sedang online, hal tersebut diperkuat dengan Resolusi 73/27 Majelis Umum PBB pada 2018, sebagai sumber Hukum Internasional yang memiliki kekuatan hukum mengikat, yang mengingatkan pentingnya penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Selanjutnya dasar hukum Maklumat Kapolri tidaklah kuat, hanya didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintahan saja, jauh dari persyaratan yang diatur hukum. Surat Keputusan Bersama pada dasarnya merupakan suatu penetapan dan produk administrasi yang berbentuk keputusan, sehingga muatan normalnya bersifat individual, konkret dan final.
Dan tidak semestinya maklumat ini dapat berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena materinya berisi larangan dan pembatasan hak-hak publik, yang seharusnya diatur melalui undang-undang, sebagaimana telah di atur dalam Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945. (rdh/k15)