Dalam kondisi sehat dan waktu luang, tidak sedikit orang sering menunda beraktivitas ibadah dan berkarya. Harusnya banyak ibadah dan pekerjaan yang bisa dirampungkan, namun karena merasa memiliki waktu yang panjang, hal yang bermanfaat tersebut ditunda-tunda. Toh masih ada hari esok untuk melakukannya. Ketika esok tiba, mantra yang sama diucapkan, “masih ada hari esok lagi”.
Tidak terasa waktu tiba-tiba sudah masuk di injury time dan deadline. Syukur-syukur masih bisa menyempatkan melaksanakan pekerjaan yang ditunda. Dalam banyak kasus, sebagian orang yang tidak sempat merampungkannya karena waktu yang sudah mepet dan kondisi kesehatan yang sudah tidak memungkinkan lagi. Ada pula yang tiba-tiba sekarat dan dipanggil Tuhan lebih cepat dari yang dia perkirakan karena merasa masih muda dan sehat. Ternyata takdir berkata lain.
Begitulah watak waktu. Seperti pedang bermata ganda. Bisa membawa maslahat bagi yang bisa memanfaatkannya. Sisi mata pedang lain, bisa “membunuh” orang yang tidak bisa memanfaatkannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam al-Ghazali. Membunuh dalam pengertian akan menjerumuskan orang yang tidak mengisi waktu untuk kebaikan ke jurang kebatilan. Hidupnya terjebak dalam urusan kesenangan dan kemaksiatan serta memalingkannya untuk ingat Tuhan. Hatinya akan terbunuh dan mati dari kebenaran.
Watak waktu yang lain adalah berjalan cepat seperti awan dan ketika sudah lewat, tidak akan pernah kembali. Banyak pepatah yang menegaskan betapa berharganya waktu dan digambarkan lebih berharga dari harta benda manapun. Uang dan harta benda bisa dicari jika hilang. Namun, waktu yang hilang tidak akan pernah kembali dan ditebus dengan harta apa pun. Berlalunya waktu sering dirasa cepat seperti kelebatan awan yang tertiup angin, tanpa dirasa awan sudah berlalu dari hadapan seseorang.
BERKACA KEPADA ULAMA
Islam mengajarkan betapa berharganya waktu dan memerintahkan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Rasulullah dan para sahabat adalah contoh-contoh figur terbaik manusia yang memanfaatkan waktu.