Menjamurnya tambang batu bara ilegal di Kaltim dinilai terjadi karena sejumlah faktor. Salah satunya membiarkan perusahaan legal menampung emas hitam ilegal.
ROMDANI, Samboja
TAMAN Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar), tak sebaik statusnya. Kawasan konservasi yang sedianya dilindungi, justru jadi lokasi mengeruk keuntungan. Dengan cara ilegal. Longgarnya pengawasan diduga jadi salah satu penyebab penambang batu bara liar bebas beraktivitas.
Celakanya, aktivitas terlarang itu turut dimanfaatkan sejumlah oknum. Baik aparat di pemerintahan maupun penegak hukum. Mereka ikut mengamankan penambangan batu bara ilegal tersebut.
Seperti yang didapati Kaltim Post, Sabtu pekan lalu (26/12). Penambangan ilegal terlihat di Kelurahan Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kukar. Secara koordinat (117.02128152 -0.98636249) masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto.
Salah seorang penambang di sana juga mengakui bahwa aktivitasnya melanggar. Penambangan batu baranya juga masuk kawasan hutan konservasi tersebut. “Banyak Mas yang menambang (ilegal),” ucapnya. Ditanya terkait legalitas? “Tak ada. Tapi saya berani. Semua aman,” lanjutnya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menilai, pemindahan ibu kota negara (IKN) jadi salah satu momentum. Para pelaku tambang seperti ingin berlomba-lomba menambang. Dengan kata lain, menghabiskan batu bara sebelum kawasan Samboja menjadi IKN. Dan selanjutnya tentu mesti steril dari tambang.
Namun, jauh sebelum pemindahan IKN ditetapkan di Kaltim, tambang liar sudah marak terjadi di kawasan Sungai Merdeka. Bahkan secara terang-terangan. Selain kualitas air baku PDAM Samboja yang tercemar, tambang juga mengancam keberadaan kuburan muslim. “Kami belum melihat tindakan nyata dari pemerintah atau penegak hukum,” ungkap Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, kemarin (30/12).
Rupang menilai, momentum yang sebenarnya bukan hanya IKN. Pandemi Covid-19 jadi puncaknya. Penambang ilegal memanfaatkan kendurnya pengawasan. Terjadi pembatasan kerja lapangan dari pemerintah.
Selain tambang di sekitar Sungai Merdeka, dia juga menyoroti adanya tambang ilegal di sekitar Waduk Samboja. Dari catatan Jatam, aktivitas penambangan itu sudah berlangsung sejak 2018. Secara administrasi juga masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto.
Dia menyangsikan keseriusan aparat. Adanya operasi gabungan yang kerap bocor dianggapnya dagelan. “Informasi yang bocor itu memang karena ada yang membocorkan dari dalam,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Rupang itu belum melihat adanya fasilitas dari aparat pemerintah maupun penegak hukum yang kurang. “Ini hanya perlu keseriusan. Andai menangkap penambang ilegal itu diberlakukan sama seperti menangkap pengedar narkoba, sangat mudah mengungkapnya. Bahkan lebih mudah,” jelasnya.