"Kita lihat dulu Kubar kok isinya perusahaan semua. Kami kan juga berlibur, lihat tempat wisata. Banyak yang bukan hutan lagi. Jadi kami pikir, di sini kan banyak hutan. Nah, ada potensi dari hutan itu," kata Petinggi Kampung Lakan Bilem, Yosianus Moja.
Keindahan Batuq Bura dianggap pas untuk jadi wisata lain. Jadi ketika para pengunjung sudah selesai menikmati Gunung S yang tenar karena bak di atas awan, mereka bisa turun dan menuju Batuq Bura.
Dibuka pada September 2020 atau saat pandemi masih berlangsung, tempat wisata ini pun menerapkan protokol kesehatan. Pengunjung wajib menggunakan masker dan menjaga jarak. Satu hal yang tak kalah penting adalah kebersihan wajib dijaga. Maka di kawasan ini pun banyak disediakan tong sampah. Sehingga, pengunjung tak membuang bungkus makanannya sembarangan.
Di tempat wisata yang baru dibuka pada September lalu itu, pengunjung bisa asyik bermain di air. Bisa berenang, mengarungi jeram kecil dengan ban, atau sekadar menikmati suasana bersama keluarga.
"Satu lagi yang khas adalah, kalau tidak nuncunt batuq, berarti tidak ke Batuq Bura. Nuncunt Batuq itu artinya susun batu. Jadi main susun batu sampai tinggi. Atur keseimbangan batunya," imbuh Yosianus.
Mengembangkan Batuq Bura pun, pemerintah kampungnya merogoh kocek sendiri. Mulai dari membuat gapura, gazebo santai, dan tangga menuju pinggir sungai. Ratusan juta rupiah dikeluarkan pelan-pelan dari kas kampung. Pertama mulai dari 2017, pihaknya pelan-pelan mencoba membangun skema untuk pembuangan sampahnya. Walhasil, kini tempat wisata itu pun cukup bersih. Lalu, pembangunan bertahap pun dimulai hingga September 2020, wisata dibuka. Membuka tempat wisata saat pandemi, diakui menjadi pertaruhan. Namun ternyata, animo masyarakat cukup tinggi.