Target Bangun 10 Ribu Rumah Subsidi

- Rabu, 30 Desember 2020 | 12:13 WIB
Penambahan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) disambut antusiasme pengembang lokal. Mereka menargetkan tahun depan bisa membangun 10 ribu unit.
Penambahan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) disambut antusiasme pengembang lokal. Mereka menargetkan tahun depan bisa membangun 10 ribu unit.

SAMARINDA – Penambahan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) disambut antusiasme pengembang lokal. Mereka menargetkan tahun depan bisa membangun 10 ribu unit.

Diketahui, anggaran untuk perumahan MBR naik 47,54 persen dari Rp 17,94 triliun menjadi 26,74 triliun tahun depan. Terkait hal itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Kaltim Bagus Susetyo menanggapi positif.

Dia melihat jika pemerintah paham bawah bisnis perumahan adalah bisnis yang menggerakkan 175 industri lainnya. Seperti aluminium, besi, kelistrikan dan lain-lain. Dan tentunya berimbas pada pemulihan ekonomi yang saat ini terus digencarkan. “Target itu sekitar 11,8 juta unit secara nasional. Dan tahun ini pencapaiannya sekitar 780 ribu unit, tidak sampai 1 juta. Tapi itu sudah cukup lumayan, apalagi melihat pandemi begini,” ujarnya, Selasa (29/12).

“Sebagai salah satu asosiasi pengembang di Indonesia, REI Kaltim secara nasional itu paling banyak, 250 ribu unit. Sekarang asosiasi pengembang itu ada 10-12. Nah REI penyerapannya hampir 250 ribu itu,” lanjut dia.

REI Kaltim mencanangkan target 4 ribu unit, diungkapkan Bagus jika realisasinya sudah mendekati. Permasalahannya sekarang, bank pelaksana semakin selektif dalam syarat pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) dari konsumen.

Rumah subsidi bagi MBR masih menjadi primadona. Apalagi dengan kisaran Rp 164 juta. Bagus mengatakan jika pasarnya masih bagus, sebab peruntukannya memang untuk rumah tinggal dan bukan investasi atau disewakan.

Terdapat berbagai sisi yang akhirnya menyulitkan realisasi kepemilikan rumah. Selama pandemi, banyak usaha yang terdampak. Baik swasta hingga usaha mikro kecil menengah (UMKM). “Daya beli akhirnya kurang, tapi satu sisi kebutuhan rumah itu banyak. Pengembang berlomba menyiapkan rumah, di sisi lain bank tidak begitu saja mengabulkan permohonan KPR. Persyaratan lebih ketat saat ini, terutama yang usahanya terdampak,” jelas Bagus.

Lebih rinci, dia menjabarkan jika tahun-tahun sebelumnya, wirausaha atau pedagang kaki lima yang tidak memiliki pemasukan tetap bisa mengajukan. Dipermudah dalam pengurusan KPR. Sehingga agunannya, yakni usaha yang dijalani tersebut. “Sekarang kondisi begini, bank selektif sekali. Banyak calon konsumen dari pengembang anggota kami yang ditolak. Banyak rumah sudah siap, jadi tidak bisa menjual,” ujarnya.

Dilematis. Baik dari sisi MBR yang ingin memiliki rumah namun terdampak pandemi, sisi pengembang yang tentu ingin menggerakkan ekonomi serta pihak bank yang hati-hati. “Ya memang ditakutkan jadi kredit macet saat usaha konsumen enggak jalan. Harus ada solusi dari pemerintah juga,” kata Bagus.

Hal itulah yang disebutkan Bagus tidak sempat disampaikan dari pertemuan virtual terkait perumahan subsidi tersebut. Masalah di daerah sebagian besar seperti itu kondisinya. “Harus dicarikan solusi, akan tidak ada guna kenaikan Rp 26,47 triliun kalau tidak ada kemudahan dari sisi konsumen untuk mendapatkan rumah. Pengembang jadi semakin terpuruk nanti, sudah membangun tapi KPR tidak disetujui,” bebernya.

Jika target 2020 adalah 4 ribu unit, Bagus mengestimasikan tahun depan dengan 10 ribu unit. Pengembang REI untuk rumah subsidi tetap melakukan pembangunan, sebab kegiatan usaha itu tidak boleh berhenti. Turut bantu menggerakkan 175 industri lainnya.

Selain itu, dia juga berharap pemerintah daerah khususnya dapat menyiapkan akses jalan menuju perumahan tersebut. Dikatakan Bagus jika lokasi perumahan memang berdiri di daerah dengan fasilitas infrastruktur terbatas. “Paling penting lagi, fasilitas air bersih. Tolong prioritas dianggarkan, kami bisa bangun rumah, tapi kalau akses jalan dan fasilitas lain tidak jalan, ya percuma,” ujarnya.

Diungkapkan Bagus jika sudah banyak perumahan subsidi khususnya di Samarinda. Dia menyebutkan di daerah Palaran, Makroman, Lempake, Sungai Siring, hingga Loa Buah. “Sudah tersebar lokasinya. Saatnya membeli rumah. Harga juga tidak naik, memang setiap tahun itu kenaikan 5-7,5 persen. Tapi, tahun ini dirasa karena tidak ada inflasi, jadi kenaikan itu terkoreksi juga,” pungkasnya. (rdm/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X