MSI Dorong Singkong Naik Kelas

- Sabtu, 26 Desember 2020 | 12:34 WIB
PANGAN ALTERNATIF: Singkong terus didorong untuk bisa sejajar dengan beras sebagai sumber karbohidrat masyarakat Indonesia.
PANGAN ALTERNATIF: Singkong terus didorong untuk bisa sejajar dengan beras sebagai sumber karbohidrat masyarakat Indonesia.

JAKARTA–Di tengah ancaman krisis bahan pangan dunia, pembahasan diversifikasi pangan menjadi isu penting di Indonesia seiring terus meningkatnya populasi penduduk dan menyempitnya lahan persawahan. Salah satu komoditas potensial yang bisa dikembangkan sebagai pangan alternatif pengganti nasi adalah singkong.

Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Arifin Lambaga mengatakan, selama ini singkong kurang dilirik karena citranya sebagai makanan kelas bawah dan dinilai kurang menguntungkan bagi petani.

“Visi dan misi kami di MSI adalah bagaimana mengubah persepsi masyarakat yang memandang singkong ini makanan orang pinggiran atau orang miskin, menjadi makanan kita semua. Supaya naik kelas lah singkong ini,” ujar Arifin dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Jawapos.com, (25/12).

Ditambahkan Arifin, saat ini daya tarik masyarakat untuk menanam singkong masih terkendala dua hal. Pertama, faktor off taker dari hasil budi daya singkong yang belum begitu banyak. Kedua, persoalan harga yang belum ada patokannya sehingga terkadang fluktuatif.

“Soal harga singkong ini variatif. Kalau musim panen kadang cuma Rp 500–600 per kg di tingkat petani. Kalau segitu harganya, dengan produktivitas hanya 21–22 ton per hektare itu sangat minim pendapatan bagi petani. Idealnya harga berkisar Rp 1.000–1.200 per kg,” ungkapnya.

Untuk mendongkrak harga, lanjut Arifin, MSI berupaya meningkatkan permintaan (demand) singkong di Tanah Air sehingga produksi singkong petani dapat terserap maksimal dan harganya bisa meningkat. Upaya lain yang dilakukan MSI adalah meningkatkan produktivitas dengan membantu petani memperbaiki good agricultural practises. Tujuannya agar aspek pengolahan dan budi dayanya lebih bagus sehingga produktivitas meningkat.

“Kita juga ingin mendukung program pemerintah untuk korporasi petani. Caranya, MSI membantu mengembangkan korporasi di wilayah desa, 2–3 desa kita bikin satu korporasi semacam Badan Usaha Milik Petani (BUMP),” ungkapnya.

Lebih lanjut, Arifin mengungkapkan saat ini kapasitas produksi singkong baru sekitar 20 juta ton per tahun. Angka ini masih bisa ditingkatkan hingga 30 juta ton per tahun. Tentunya hanya bisa tercapai melalui kerja sama yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan.

“Ruang pengembangannya masih luas dan permintaannya pun masih bisa terus ditingkatkan. Apalagi kita kan masih impor tapioka juga, belum lagi kalau kita kembangkan produk hilirnya,” tutur dia.

Dia menjelaskan, singkong sebagai sumber karbohidrat dan protein punya banyak keunggulan. Komoditas pangan yang dikenal merakyat ini bisa dimanfaatkan oleh industri skala rumah tangga hingga industri besar. Bahkan, sudah terbukti, singkong bisa diolah menjadi beragam produk seperti tepung atau chips sebagai bahan baku makanan sehari-hari, bahan baku bioetanol, hingga kantong plastik ramah lingkungan.

“Baru-baru ini, MSI bekerja sama dengan Perum Bulog meluncurkan produk beras singkong sebagai alternatif pengganti beras padi. Melalui kerja sama ini diharapkan anggota MSI terpacu untuk memproduksi beras singkong, karena produk yang mereka hasilkan nanti sudah ada yang menampung, yaitu Bulog. Nanti Bulog yang menjual ke konsumen dengan harga sekitar Rp 15.000 per kg,” pungkasnya. (ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Harga Bahan Pokok di Balangan Stabil

Rabu, 24 April 2024 | 15:50 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X