Bangun Kelekatan Orangtua-Anak Tanpa Gadget

- Senin, 21 Desember 2020 | 11:11 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Ibu bukan pekerjaan paruh waktu. Mendidik anak apalagi pada periode emasnya tak akan terulang. Di zaman serbadigital, pola pengasuhan tepat tentu berefek jangka panjang. Tidak ada yang salah pula pada ibu single parent. Setiap ibu ingin anaknya tumbuh dengan sebaik-baiknya.

 

ZAMAN sekarang sudah sangat berbeda jauh dengan yang lalu. Apalagi, anak yang lahir pada era sekarang adalah digital native. Diungkapkan psikolog klinis Wahyu Nhira Utami, dia mengutip penjelasan buku Strawberry Generation oleh Rhenald Khasali.

“Di buku itu bilang, jadi struktur otak anak sekarang itu memang berbeda. Orangtua itu takjub saat anaknya paham bagaimana mengoperasikan handphone. Membuat anak mudah menyerap informasi, karena ya digital native. Ini memang masanya mereka,” papar Nhira.

Mudah bagi anak untuk beradaptasi pada zaman serba teknologi ini. Nah, yang menjadi kurang tepat adalah pengenalan hal digital itu tidak dibarengi dengan kondisi fisik dan mental yang sesuai dengan anak.

Dijelaskan, pada zaman teknologi mulai berkembang, sudah mampu mengontrol diri dalam merespons. Paham jika lelah harus berhenti. “Ketika anak dikenalkan dengan teknologi tanpa ada kemampuan mengontrol, ya jadinya kebablasan seperti sekarang,” lanjut dia.

Hal ini juga berkaitan dengan bagaimana tumbuh kembang anak secara sensorik dan motorik. Pola bermain anak dulu dan sekarang jauh berbeda. Sejak dini pola interaksi anak dengan dunia luar terbatas. Hanya mampu menjelajah apa yang ada di depan layar.

Nhira memaparkan lebih jauh berbagai macam hiburan yang ditawarkan lewat media memang membuat anak menjadi anteng. Namun, jika orangtua tak paham bagaimana pola idealnya, akan membuat sang buah hati terlena. Sehingga tak jarang banyak kejadian yang memperlihatkan dampak negatif penggunaan gadget kepada anak.

Dia memahami jika orangtua memang butuh menyelesaikan pekerjaan rumah. Sehingga memberi anak gadget jadi jalan keluar agar anak tetap tenang. “It takes a village to raise a child. Butuh satu kampung untuk membesarkan anak,” kata psikolog di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda itu.

Merupakan pepatah Afrika yang bermaksud bahwa seluruh komunitas orang harus berinteraksi dengan anak. Agar mereka dapat mengalami dan tumbuh dalam lingkungan yang aman dan sehat.

“Jangan karena seorang ibu, jadi merasa terbebani harus membesarkan anak sendiri. Ada banyak support system. Perlu setting mindset, enggak semua harus dikerjakan ibu. Berbagi tugas dengan suami, atau ada rezeki lebih dengan hire asisten rumah tangga missal,” lanjut Nhira.

Dipaparkan lagi jika orangtua zaman sekarang memang banyak habiskan waktu di depan layar, entah handphone atau laptop. Apalagi ketika pola kerja work from home (WFH). Anak di rumah mengamati. Apalagi kondisi anak dengan kemampuan berpikir belum utuh, belum komprehensif.

Umumnya pada usia balita, anak jadi menginterpretasikan secara sederhana apa yang dia lihat. Orangtua yang tidak lepas dari gadget, dia mengimitasi. Merasa bahwa dia boleh melakukan hal yang sama. Sebab, diketahui jika anak merupakan peniru ulung dari orangtuanya.

“Mereka punya pemahaman. Its okay sepanjang hari pegang handphone. Dalam kondisi ini memang orangtua perlu membangun komunikasi dan pemahaman sederhana. Kenalkan pada anak bahwa aktivitas itu beragam, jelaskan jika itu bekerja,” ujar Nhira.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X