“Kalau belum ada waktu memasak ya bisa pesan antar. Misal belum bisa membereskan rumah, ya nanti dulu. Ada toleransi-toleransi. Lakukan sebisa saya. Anak-anak juga perlahan saya ajarkan untuk membantu, apalagi si kakak Davyn perlahan sudah mulai paham untuk beberes,” paparnya.
Tidak bisa sendiri. Adanya support system seperti suami merupakan hal penting bagi Rina. Keputusan menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai ibu dan pekerja, itu juga kesepakatan bersama.
Dia menekankan menjadi ibu dan pekerja bukan bagian dari pilihan. Menurut dia, bisa diintegrasikan. Di awal memang kesulitan. Disebutkan Rina, manusia itu dinamis. Adaptasi terhadap perubahan.
Perlahan dia mulai menemukan pola bagaimana karier dan mengurus anak tetap seimbang. “Walau sampai sekarang masih tetap terus belajar. Ada hal-hal baru yang saya temukan juga. Masih belajar bagaimana handle anak dan kareir tetap berjalan,” ujarnya.
Rina mengatakan, lingkungan di Indonesia belum sepenuhnya menyadari bahwa menjadi ibu dan wanita karier itu adalah dua hal yang bisa berjalan beriringan. Sebab, selama ini yang diketahui, karier ingin tetap jalan maka harus meninggalkan anak untuk diasuh orang lain selama ibu bekerja.
“Sehingga ketika ada ibu yang ambil pilihan untuk bekerja sambil urus anak, seringkali menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Ini pilihan saya, ya saya berusaha menunjukkan kualitas pekerjaan. Dengan adanya anak, kualitas pekerjaan saya tidak menurun. Lantas, apa yang mau diprotes lagi?” bebernya.