Sengketa Pilkada Berpotensi Terjadi

- Sabtu, 12 Desember 2020 | 20:00 WIB
Pleno pada Pilkada Bontang di kecamatan Bontang Selatan.
Pleno pada Pilkada Bontang di kecamatan Bontang Selatan.

Di Samarinda, sengketa hanya bisa diajukan ketika terdapat selisih suara kurang atau minimal 5.769 suara antara kandidat teratas dan di bawahnya. Tentunya, selisih tersebut harus dibarengi dengan bukti valid.

 

SAMARINDA–Rekapitulasi hasil pencoblosan pada Pilkada Serentak 2020 tengah berjalan dengan bayang-bayang bergulirnya sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika terdapat selisih hasil dukungan sesuai amanat UU 10/2016 tentang Pilkada Serentak 2020, bukan tak mungkin penentuan jawara hasil pesta demokrasi bakal ditentukan di meja peradilan ketatanegaraan itu.

Dari sembilan kabupaten/kota di Kaltim yang menggelar pesta akbar ini, sengketa hasil ke MK berpeluang terjadi di Benua Etam. “Potensi selalu ada. Tapi perlu menunggu hasil riil rekapitulasi yang dilakukan KPU kabupaten/kota,” ungkap Ketua Bawaslu Kaltim Saiful kepada Kaltim Post, (11/12). Merujuk UU Pilkada itu, sambung dia, ada besaran persentase yang menjadi syarat mutlak untuk mengajukan sengketa ke MK.

Daerah dengan penduduk 250 ribu jiwa, harus memiliki selisih 2 persen. Selanjutnya, daerah dengan penduduk 250–500 ribu jiwa dengan selisih 1,5 persen dukungan. Kemudian, daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa harus memiliki selisih 1 persen. Jumlah selisih itu, kata Saiful, baru bisa diketahui ketika rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota rampung.

-

“Karena selisih persentase itu berdasarkan jumlah suara sah hasil perhitungan KPU,” jelasnya. Memang, Bawaslu sudah memiliki kajian daerah mana dari sembilan kabupaten/kota di Kaltim yang punya potensi sengketa ke MK. Pasalnya, para pengawas pemilu juga memiliki data perhitungan suara hasil pencoblosan. Namun, lanjut dia, hal itu hanya menjadi konsumsi internal dan jika ter-publish justru mengganggu jalannya pesta demokrasi.

-

“Karena bisa dimanfaatkan salah satu kandidat. Sementara kami harus menjunjung netralitas hingga perhelatan selesai,” tegasnya. Kini, mengawal perhitungan yang sedang berjalan hingga ditetapkannya hasil rekapitulasi itu berdasarkan keputusan KPU, menjadi tugas utama pengawasan Bawaslu. Selain itu, sebut dia, ada tugas lain jika muncul sengketa proses pelanggaran administrasi atau pidana yang dilayangkan warga.

Seperti temuan politik uang atau kampanye hitam. Merujuk aturan hingga keputusan Bawaslu RI, memang tugas pengawasan untuk sengketa proses seperti itu berakhir ketika pencoblosan selesai pada 9 Desember lalu. Namun, dari aturan yang ada, masih ada waktu penanganan jika terdapat laporan atau temuan hingga 14 Desember mendatang. “Tugas pengawasan proses memang selesai pada 9 Desember. Tapi, sengketa proses masih bisa diajukan dengan syarat dugaan pelanggaran terjadi paling lama tujuh hari atau minimal dugaan tersebut terjadi pada hari pencoblosan dan tentunya dengan bukti yang mendukung,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat mengatakan, pesta demokrasi belumlah final selama rekapitulasi belum dirampungkan KPU. Apalagi ketika kebanggaan itu bersumber dari hasil hitung cepat lembaga jejak pendapat atau hasil perolehan sementara yang terpampang di laman resmi KPU RI. Menurut dia, hasil dalam laman pilkada2020.kpu.go.id merupakan hasil olah dari operator KPU RI di setiap TPS se-Indonesia untuk memantau akumulasi suara setiap paslon yang tertuang dalam formulir C-Plano-KWK. Bahan yang tercantum di formulir akan difoto dan diunggah operator tersebut ke aplikasi e-Rekap.

Karena itu, sambung dia, hasil tersebut tak terintegrasi langsung dengan rekapitulasi yang tengah berjalan. Memang, tak dimungkirinya, hasil dalam laman itu memiliki keakurasian tinggi lantaran bersumber dari form rekapitulasi di setiap TPS. Namun, direkapitulasi yang tengah bergulir di 10 kecamatan se-Samarinda merupakan langkah untuk mengakumulasi dan memvalidasi perolehan dari pemungutan suara yang selesai, 9 Desember lalu.

“Karena form resmi dari TPS itu C-Plano-KWK berhologram hanya satu dan disegel untuk direkap berjenjang. Dari TPS ke kecamatan baru di tingkat kota,” katanya. Salinan data rekap di setiap TPS atau formulir C-Salinan-KWK memang dimiliki beberapa pihak selain petugas KPU. Yakni, saksi dan pengawas TPS. Rekapitulasi dari TPS ke kecamatan sudah berjalan sepanjang 10–14 Desember 2020. “Itu hanya kisaran waktu, bisa lebih cepat tapi paling lambat 14 Desember sudah harus selesai. Beres di kecamatan, baru ke tingkat kota dan paling lambat di 17 Desember nanti,” bebernya.

Kini, KPU juga bersiap dengan potensi konflik pasca-pemilu. Jika terdapat salah satu paslon yang tak puas dengan hasil rekapitulasi dan mengajukan sengketa hasil rekapitulasi ke Mahkamah Konstitusi. Opsi mereduksi agar hasil penyelenggaraan bisa saja ditempuh saat rekapitulasi tingkat kota nanti dengan menghitung manual surat suara sah se-Samarinda. “Rekap (rekapitulasi) tingkat kota kan menyandingkan hasil rekap di 10 kecamatan dengan setiap form C-Salinan-KWK yang dimiliki pengawas dan saksi,” singkatnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X