Ekspor Sawit Naik, Pemerintah Kenakan Pungutan Progresif

- Minggu, 6 Desember 2020 | 13:32 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Penerimaan negara dari ekspor kelapa sawit bakal meningkat signifikan. Sebab, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan aturan baru pungutan ekspor crude palm oil (CPO). Kali ini, pemerintah mengenakan pungutan ekspor secara progresif atau berdasarkan batasan lapisan nilai harga sawit.

 

SAMARINDA–Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.

Mengutip beleid tersebut, Jumat (4/12), dalam Pasal I 3A dijelaskan, tarif pungutan ditetapkan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO. Aturan baru ini akan berlaku tujuh hari sejak diundangkan. Dalam dokumen tertulis bahwa aturan ini diundangkan pada 3 Desember 2020. Artinya, nilai pungutan ekspor baru kelapa sawit akan berlaku pada 10 Desember 2020.

Kadiv Pemungutan Biaya dan Iuran Produk Turunan Direktorat Penghimpunan Dana BPDP Kelapa Sawit Kus Emy Puspita Dewi mengatakan, aturan baru pemerintah ini akan berdampak positif bagi industri sawit. Hal ini akan mendukung keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.

"Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," ucap Kus dalam keterangan resmi.

Selain itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan program mandatori biodiesel untuk mendukung target bauran energi Indonesia sebesar 23 persen pada 2025 mendatang. Dengan program itu, pemerintah berharap harga CPO akan stabil sehingga memberikan dampak positif terhadap harga tandan buah segar di tingkat petani.

"Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan, baik untuk sektor industri dengan mendorong perkembangan industri oleokimia, maupun skala kecil di tingkat petani," kata Kus.

Secara keseluruhan, penambahan dana yang dikelola BPDP Kelapa Sawit akibat penyesuaian tarif pungutan ekspor akan meningkatkan pelayanan yang diberikan oleh lembaga tersebut. Beberapa layanan yang dimaksud, seperti peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan program pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan, peremajaan sawit rakyat, promosi, dan insentif biodiesel.

Tahun depan, permintaan pasar minyak nabati diprediksi naik karena kebutuhan pangan dan kosmetik mampu mendorong pertumbuhan pasar industri minyak sawit. Ada tiga pasar utama produk minyak sawit Indonesia yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan diprediksi pulih tahun depan. Bahkan, tren peningkatan permintaan di tiga pasar utama Asia tersebut, terlihat pada Kuartal III 2020.

“Di India, pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi minyak sawit menurun hingga 30 persen. Pada Oktober, impor minyak sawit turun dari 9,4 juta ton pada 2019 menjadi 7,2 juta ton pada 2020,” kata Dr BV Mehta, executive director Solvent Extractors Association of India, saat menjadi pembicara dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal, Kamis (3/12).

Mehta mengatakan, tidak hanya pandemi, penurunan konsumsi minyak sawit ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah India, yakni bea masuk safe guard duty dan dimasukkannya kelapa sawit dalam daftar komoditas yang dibatasi. “Sehingga sempat mengalami penurunan signifikan, namun permintaan tahun depan akan membaik seiring kebutuhan India akan minyak kelapa sawit,” tuturnya.

Mehta menjelaskan, impor minyak kelapa sawit dari Indonesia melebihi impor dari Malaysia dan merupakan impor minyak nabati tertinggi di India dibandingkan dengan minyak nabati lain. Impor ini masih akan meningkat sejalan dengan peningkatan populasi dan konsumsi. Mehta menyebut setidaknya 8,4–9 juta ton sawit akan dibutuhkan pasar India pada 2021. “Sehingga tahun depan potensi kenaikan masih ada,” pungkasnya.

Sementara itu, Presiden Chamber of Commerce for Import and Export of Foodstuffs Native Produce and Animal By-Product Tiongkok Cao Derong mengatakan, penurunan konsumsi minyak sawit juga terjadi di Tiongkok. Triwulan pertama 2020 impor minyak kelapa sawit turun signifikan menjadi 320 ribu ton. Semenjak bulan tersebut, volume ekspor sawit ke Tiongkok terus menyusut.  

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X