SAMARINDA–Penyertaan modal yang mengalir sejak berdiri pada 2003, hingga bersulih rupa jadi perseroan terbatas enam tahun berselang, hanya menyajikan PT Agro Kaltim Utama (AKU) sebagai zona nyaman menyalahgunakan uang negara. Dua periode menjabat, membuat Yanuar, direktur utama perusahaan milik Pemprov Kaltim yang bergerak di sektor jasa perkebunan, pertanian, dan produk olahan turunan tersebut, begitu mudah mengalirkan kocek daerah ke kantong pribadinya dengan cara haram.
Dibantu Nuriyanto, direktur umum yang menjabat dua periode bersamanya, pada 2003-2007 dan 2007-2011, skema menyimpang tercipta selama upaya mengeruk penyertaan modal tersebut. “Terdakwa bersama Nuriyanto, dilakukan penuntutan dalam berkas terpisah, menjalankan operasional perusda bukan di bidang usaha PT AKU,” ungkap Jaksa Penuntut Umum Sri Rukmini membacakan dakwaan, Senin (30/11). Hari itu, perkara rasuah penyertaan modal Rp 27 miliar di PT AKU bergulir perdana di Pengadilan Tipikor Samarinda.
Dalam kasus ini, Yanuar didakwa dengan dua pasal. Yakni Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1999 yang diperbarui dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kembali ke dakwaan. Perusda PT AKU, lanjut JPU Kejari Samarinda ini, menerima tiga kali penyertaan modal dengan total Rp 27 miliar. Pertama kali guyuran dana itu diberikan pada 2003 silam sebesar Rp 5 miliar. “Penyertaan modal awal ini bertahap tiga kali ketika badan usaha ini masih bernama Perusda Perkebunan Kaltim,” sambung JPU Sri membaca dakwaan di depan majelis hakim yang dipimpin Hongkun Otoh bersama Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta.
Lalu, pada 2008 sebesar 7 miliar. Kemudian sebesar Rp 15 miliar selepas akta pendirian PT AKU dibuat berpedoman Perda 12/2009 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusda Perkebunan Kaltim menjadi PT AKU. Lewat perda itu pula, sektor usaha yang dihandel berubah menjadi pertanian, perdagangan, perindustrian, dan pengangkutan darat. Selama menjabat selaku direktur utama, terdakwa Yanuar menjalankan sembilan kali kerja sama menggunakan dana penyertaan modal itu sepanjang 2005-2009.
Sambung JPU, namun peruntukannya hanya berkutat pada penyandang dana kegiatan atau peminjaman uang untuk pihak ketiga yang tak sesuai sektor usaha PT AKU di akta pendirian. “Bahkan ada satu kerja sama yang dijalin, PT AKU justru sebagai penyalur solar untuk perusahaan sawit,” kata perempuan berkerudung itu. Sembilan kerja sama itu dilakukan tanpa persetujuan badan pengawas atau persetujuan di rapat umum pemegang saham perusda. Padahal kerja sama itu berpotensi membuat aset atau keuangan PT AKU menyusut.
Lewat Perda 12/2009, saham PT AKU dimiliki tiga pihak. Pemprov Kaltim sebesar 95 persen, Koperasi Serba Usaha Abdi Bangsa Kaltim 3 persen dan Koperasi Karyawan PT AKU 2 persen. Kerja sama peminjaman atau penyandang dana usaha itu justru menjadi piutang karena tak terbayar hingga perkara ini bergulir di pengadilan. Selain melenceng dari bidang usahanya, terdakwa bahkan tak menyusun laporan keuangan yang tertib dan transparan sehingga kerja sama yang ada hanya berujung pada kerugian negara. (selengkapnya lihat grafis)
“Beberapa kesepakatan justru tak menuliskan nilai kerja sama dalam kontrak. Sehingga beberapa pengelolaan uang daerah itu tak bisa diaudit kewajarannya,” lanjut Indriasari, anggota JPU membaca dakwaan. Dari sembilan kerja sama itu, tujuh di antaranya merupakan perusahaan fiktif. Lebih hebatnya lagi, dari tujuh perusahaan abal-abal itu terdapat satu perusahaan yang dibuat terdakwa Yanuar bersama tersangka Nuriyanto, yakni PT Dwi Mitra Palma Lestari. “Dengan nilai kerja sama sebesar Rp 24,6 miliar,” katanya.
Hanya PT Batu Penggal Chemical Industry dan PT Formitra Multi Prakarsa yang dapat dibuktikan keberadaan dan wujud kerja samanya yang sudah selesai.
Bahkan kesepakatan penyandang dana kegiatan sudah dilunasi kedua perusahaan tersebut sebesar Rp 2,7 miliar. Dengan begitu, JPU menduga kerugian dalam kasus ini sebesar penyertaan modal ditambah laba usaha yang dilunasi kedua perusahaan tersebut, atau sebesar Rp 29,7 miliar. “Dugaan itu dihitung dari penyertaan modal Pemprov Kaltim sepanjang 2003-2010 sebesar Rp 27 miliar ditambah pelunasan piutang kerja sama penyandang dana dua perusahaan sebesar Rp 2,7 miliar,” singkat JPU. Di depan majelis hakim, kuasa hukum terdakwa Supiatno memilih tak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut. Dengan begitu, persidangan akan kembali digelar pada 7 Desember mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi. (ryu/riz/k15)