PROKAL.CO,
SANGATTA–Pembangunan fasilitas dasar (fasdar) di Kutim masih minim. Terutama di kawasan pedalaman. Terlebih masih ada desa yang masih sulit dijangkau.
Hal tersebut tersebar di beberapa kecamatan. Bahkan jalan milik perusahaan kerap menjadi akses utama warga pedalaman. Misalnya, Desa Pengadan Kecamatan Karangan yang harus menempuh 30 kilometer jalan perkebunan kelapa sawit. Begitu juga Desa Bea Nehas di Kecamatan Muara Wahau. Akses favorit ke desa tersebut adalah jalan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di sekitar desa tersebut. Sebenarnya banyak desa lain yang mengandalkan akses transportasi milik perusahaan.
Hal itu tak ditampik Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Kutim Jauhar Effendi. Dia mengatakan, Kutim perlu penataan dan pembenahan. Meski diakuinya pula, tidak bisa mengatakan Kota Tercinta tidak bagus. Namun, pembangunan akan terus berproses. "Luas Kutim memang luar biasa. Lebih luas dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar)," sebutnya. Jika dilihat dari segi infrastruktur, Jawa juga banyak peninggalan Belanda dan sebagainya. Jika diberi anggaran, sudah cukup untuk perbaikan dan pemeliharaan. "Wilayah Kutim terluas dari 10 kabupaten kota di Kaltim," ucapnya.
Sementara masa pandemi seperti sekarang banyak anggaran dipangkas. Penerimaan negara dan daerah berkurang. Otomatis bagi hasil juga berkurang. Kondisinya terjadi pada semua kabupaten dan kota se-Indonesia. "Bagaimana agar terjadi penajaman prioritas pembangunan, kalau tidak punya kemampuan perlu dukungan dari provinsi dan pusat," ungkapnya.
Terkait air bersih, dia tak menampik akan kebutuhan tersebut. Terlebih sungai-sungai di pedalaman rata-rata mulai tercemar limbah perusahaan. Namun, dia menilai, penyediaan air bersih yang dijalankan Perumdam Tirta Tuah Benua sudah bagus. "Bahkan mendapat bantuan dari pusat Rp 4 miliar. Jadi, hal-hal seperti itu sudah dilakukan," kuncinya. (dq/dra/k16)