Survei tahap kedua, pada Juni tercatat hanya tersisa 82,48 persen UMKM yang mengalami penurunan penjualan, 51,82 persen melakukan penurunan harga jual, 54,01 persen UMKM mengalami penurunan pasokan bahan baku, dan tersisa 45,26 persen yang melakukan PHK. Selanjutnya, 72,62 persen kesulitan melakukan pembayaran cicilan.
“Sampai Juni sudah terlihat perbaikan, meskipun masih mengalami penurunan tapi tak sebanyak tahap awal,” jelasnya.
Selanjutnya pada tahap ketiga, pada Agustus tercatat hanya tersisa 65,54 persen UMKM yang mengalami penurunan penjualan, 37,16 persen melakukan penurunan harga jual, 38,51 persen UMKM mengalami penurunan pasokan bahan baku, dan tersisa 39,19 persen UMKM yang melakukan PHK. Selanjutnya 68,54 persen UMKM kesulitan melakukan pembayaran cicilan.
Survei tahap empat, pada Oktober tercatat 52,49 persen UMKM mengalami penurunan penjualan, 27,15 persen UMKM melakukan penurunan harga jual, 34,84 persen UMKM mengalami penurunan pasokan bahan baku, 23,08 persen melakukan PHK, dan 28,05 persen UMKM mengalami kesulitan melakukan pembayaran cicilan.
“Sampai Oktober perbaikan terus terjadi, tak sebanyak pada tahap awal jumlah UMKM yang mengalami penurunan penjualan hingga melakukan PHK terus berkurang,” tuturnya.
Selanjutnya, survei tahap kelima, pada November tercatat 42,07 persen UMKM mengalami penurunan penjualan, 21,95 persen UMKM melakukan penurunan harga jual, 29,88 persen UMKM mengalami penurunan pasokan bahan baku, 22,56 persen melakukan PHK, dan 18,29 persen UMKM mengalami kesulitan melakukan pembayaran cicilan.