Pengangguran Melonjak, Kritisi Dampak Politik Upah Murah

- Selasa, 1 Desember 2020 | 12:20 WIB
ilustrasi pekerja
ilustrasi pekerja

AKARTA- Angka pengangguran yang terus bertambah berkorelasi pada banyak faktor. Ekonom Senior Faisal Basri menyebut, pengangguran di Tanah Air didominasi anak muda yang tergolong berpendidikan yang notabene lulusan sekolah menengah atas (SMA), diploma, hingga sarjana.

Faisal menyebut, upaya pemerintah membangun industri padat karya kurang tepat. Sebab, dia menyebut hal itu berkorelasi pada pada pengangguran yang membuat banyak anak muda bergabung dengan ormas tertentu.

“Anak muda, 15-24 tahun yang nganggur itu nggak cocok dengan padat karya. Ini politik untuk mempertahankan upah murah. Akhirnya, karena tidak sesuai dengan kondisi, anak muda berpendidikan bergabung dengan Rizieq (Shihab, Front Pembela Islam),” tegasnya.

Dengan kondisi itu, Faisal menyebut politik upah murah harus ditinggalkan karena menimbulkan dampak sosial politiknya besar. Dia mengimbau agar pemerintah melihat krisis saat ini sebagai momentum kebangkitan sektor pertanian dan modernisasi sektor pertanian. “Ini yang jangan kita lupakan. Bukan dengan membuat food estate seperti Kalimantan Tengah itu mah tidak sesuai dengan peta permasalahan,” imbuhnya.

Terpisah, membeberkan, pandemi virus Covid-19 menyebabkan angka pengangguran meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 9,7 juta orang di Indonesia menganggur per Agustus 2020 lalu. “Data BPS menunjukkan bahwa pada bulan Agustus 2020 ada sekitar 138 juta angkatan kerja, yang terdiri dari 128 juta penduduk yang bekerja dan 9,7 juta penganggur dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) mencapai 7,07 persen. Ada kenaikan jumlah penganggur dan TPT yang signifikan, ini akibat dampak pandemi,” jelasnya akhir pekan.

Ida melanjutkan, BPS juga mencatat 29,12 juta penduduk Indonesia dengan usia kerja yang terdampak pandemi secara langsung. Dengan kondisi itu, Ida berharap UU Cipta Kerja bukan hanya menciptakan kesempatan kerja, tetapi juga untuk mengakomodasi kelangsungan bekerja, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja/buruh, serta kelangsungan usaha yang berkesinambungan.

Dia juga melihat perlunya peningkatan daya saing investasi melalui kemudahan berusaha dan penataan regulasi yang tumpang tindih. Sebab, hal itu dapat memengaruhi kecepatan dalam menangkap peluang investasi untuk penciptaan lapangan pekerjaan dan pengembangan UMKM.

“UU Cipta Kerja juga bertujuan menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan lainnya, seperti bonus demografi karena sebagian besar penduduk berusia produktif atau usia kerja, dan adanya dampak Covid-19 terhadap ketenagakerjaan,” katanya. (dee)

Editor: rahman-Rahman Hakim

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X