PROKAL.CO,
Jaringan drainase terintegrasi yang dapat menampung curah hujan tinggi saat musim hujan diharapkan jadi solusi mengantisipasi defisit air baku di IKN baru.
BALIKPAPAN-Calon lokasi ibu kota negara baru (IKN) di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), terancam krisis sumber air baku. Dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), potensi sumber air baku di daerah tersebut sangat minim, sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengusulkan sistem pemanenan air hujan atau rainwater harvesting. Dibutuhkan infrastruktur tampungan air untuk mencegah kekurangan air di kemudian hari.
Wilayah IKN baru yang dicanangkan berada di sebagian wilayah Kabupaten PPU dan Kutai Kartanegara (Kukar), sebenarnya dikelilingi 38 daerah aliran sungai (DAS). Hanya, area tangkapannya kecil. Sebab, kebanyakan merupakan sungai pasang surut. Serta morfologi yang berbukit-bukit dengan curah hujan tinggi, menyebabkan harus dilakukan pengelolaan hulu-hilir secara integratif. Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengungkapkan, melihat kondisi tersebut, penting untuk menginisiasi rain water harvesting di IKN baru. Melalui pembangunan sistem jaringan drainase yang dapat menampung curah hujan yang tinggi saat musim hujan.
“Sebagai air baku,” kata dia dalam webinar nasional Eco Infrastructure Festival bertema “New Capital City for New Smart Generation”, Minggu (29/11). Lanjut dia, membangun jaringan ruang terbuka berbasis air (blue space) juga perlu dilakukan. Yang berfungsi menjaga tata air dan mencegah longsor dan banjir. Di mana nantinya ada banyak sungai, danau, embung, waduk, teluk, termasuk infrastruktur tampungan air lainnya. Salah satu infrastruktur tampungan air itu adalah sistem jaringan rain water harvesting.
“Kalau di luar negeri, Australia dan Amerika Serikat sudah menerapkan itu. Bagaimana drainase terintegrasi sekaligus menampung curah hujan yang tinggi. Untuk disalurkan ke giant tanks atau water tanks sebagai bahan baku air ke depan,” ungkapnya. Tokoh Dayak ini melanjutkan, dengan adanya sistem rain water harvesting, air hujan yang turun tidak terbuang percuma. Apalagi di saat memasuki musim hujan seperti saat ini. “Misalnya kalau di Jakarta, kita mengeluh hujan karena banjir. Karena itu air tawar yang terbuang percuma. Kalau kita bangun rainfall harvesting masuk ke super giant tanks adalah bahan baku air yang lebih murah,” imbuh mantan deputi Bidang Konstruksi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut (BRG) ini.
Dengan demikian, ada potensi air tawar yang sangat besar untuk dimanfaatkan. Tetapi banyak kendala yang merintanginya, sehingga perlu dipikirkan perencanaan mengenai pengelolaan sumber air tersebut, agar pemanfaatan air pada calon IKN bisa lebih efektif dan tidak boros. Menurutnya, tidak hanya Kaltim, tapi seluruh Kalimantan adalah buffer zone air. Karena wilayahnya merupakan tutupan hutan. “Kita harus jaga, dan tidak boleh dieksploitasi supaya airnya tetap dapat terjamin ketersediaan ke depan. Jadi, ruang hutan di utara, termasuk di selatan, delta Mahakam ada mangrove sangat penting karena dia buffer dari intrusi air laut,” katanya.