Pencemaran Bukan Kasus Sembarangan, Dukung DLH Tindak Perusahaan Nakal, Minta Pengusaha Komitmen

- Senin, 30 November 2020 | 10:23 WIB
Aktivitas tambang bisa menyebabkan pencemaran jika tak dikelola dengan baik. (ilustrasi)
Aktivitas tambang bisa menyebabkan pencemaran jika tak dikelola dengan baik. (ilustrasi)

Pencemaran lingkungan akibat limbah lazim terjadi di Kutai Timur (Kutim). Mulai limbah logam berat dari aktivitas pertambangan, hingga limbah dampak industri perkebunan kelapa sawit.

 

SANGATTA–Sejak 2014, banyak perusahaan kedua sektor tersebut yang mendapat pembinaan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim. Selama ini, anggaran pengelolaan limbah khususnya sektor perkebunan kelapa sawit bukan skala prioritas bagi perusahaan. Sehingga, limbah kerap mencemari lingkungan.

Menanggapi itu, Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan meminta pemerintah agar DLH diberi anggaran yang memadai. "Jadi, bisa bekerja maksimal. Semua perusahaan benar-benar dapat diawasi," imbuhnya.

Terlebih keluhan penanganan lingkungan ada di anggaran. Dia menilai, DLH menerima anggaran yang kecil, sehingga tidak dapat memaksimalkan pengawasan. "Saya harap ke depannya menjadi perhatian. Jangan diabaikan. Itu untuk masa depan," jelasnya. Terkait perusahaan yang berdomisili dekat dengan sungai, dia meminta DLH benar-benar memberikan sanksi sesuai aturan. Apalagi pencemaran bukan hal baru. "Baru-baru ini saya mendapat informasi sungai di Muara Bengalon tercemar. Banyak ikan mati. Perusahaan pada mengelak," jelasnya.

Dia meminta masyarakat berani membuat laporan. DLH hanya mendapat informasi tapi tidak ada warga yang melapor. Jika kasus lewat tiga hari, alat bukti akan berkurang. Bahkan tidak dapat digunakan karena air bisa saja kembali normal. "Makanya masyarakat harus berani menyurat. Harus ada yang berani melapor. Karena untuk mengetahui lokasi dan permasalahannya seperti apa harus ada yang menjelaskan dan menunjukkan tempatnya kepada DLH," terangnya.

Mengenai anggaran pengelolaan limbah perusahaan yang dianggap kecil dan bukan skala prioritas, ia berharap pilkada menghasilkan pimpinan yang berani tegas kepada perusahaan. "Kami akan meminta pemerintah memperketat pengawasan dan aturan, sehingga tidak terjadi pencemaran," sebutnya. "Artinya semua penanganan limbah dan lainnya harus sesuai peraturan. Itu harus dilaksanakan agar tidak terjadi pencemaran. Paling tidak terkait dengan masalah air," harap politikus NasDem itu.

Dia tak menampik kedua sungai terdekat, yakni sungai Sangatta dan Sungai Bengalon terancam pencemaran. Karena itu, pemerintah harus menekan perusahaan untuk meningkatkan biaya penanganan limbah. "Perusahaan harus membuat komitmen. Silakan berusaha tapi perhatikan lingkungan," tutupnya.

Sebelumnya, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Kutim Dewi mengatakan, pada 2014 silam, pihaknya sudah melihat kondisi tersebut. Namun, tidak menerbitkan sanksi. Melainkan surat tidak lanjut hasil pengawasan yang berisi saran teknis untuk perbaikan. "Tahun 2015-2016 sudah mulai menerbitkan sanksi administrasi paksaan pemerintah. Sejauh ini Kutim pernah mendapat prestasi untuk ganti rugi pencemaran lingkungan terbesar nasional dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) mencapai Rp 11 miliar," ujarnya.

Pernah pula pencabutan izin lingkungan satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan. Mengenai sanksi paksaan pemerintah untuk pabrik perkebunan sudah tidak terhitung. "Saya lupa karena banyak. Itu berupa surat bupati. Isinya sanksi untuk melakukan perbaikan teknis dengan batasan waktu. Dalam bentuk keputusan bupati. Banyak banget, saya lupa jumlahnya," jelas Dewi.

 

 

Bahkan, hampir semua perusahaan di Kutim sudah pernah mendapat “surat cinta” dari DLH. Namanya perusahaan, awalnya pasti tidak taat. Pasti ada unsur kelalaian yang mereka lakukan. Baik administrasi maupun teknis. "Makanya sering dilayangkan. Di 2019 ada dua perusahaan yang produksinya dihentikan sementara," ungkapnya.

Memang perusahaan terkendala anggaran. Sebab, pada umumnya mereka harus melakukan permohonan anggaran ke kantor pusat perusahaan masing-masing. "Sedangkan kalau boleh jujur, alokasi anggaran untuk industri perkebunan kelapa sawit untuk pengelolaan lingkungan umumnya bukan menjadi prioritas. Itu informasi yang sering kami terima," sambungnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X