Ngos-ngosan Hadapi Pandemi, Bantuan Tunai Mampu Kerek Ekonomi tapi Hanya Jangka Pendek

- Senin, 30 November 2020 | 10:16 WIB
Pencairan BLT di Balikpapan.
Pencairan BLT di Balikpapan.

Peliput: M Ridhuan, Nofiyatul Chalimah

  

 

-

Sejumlah bantuan disalurkan oleh pemerintah ke warga. Terutama warga yang secara ekonomi terdampak Covid-19. Namun, sayang, pemanfaatannya dianggap kurang tetap sasaran.

 

BANTUAN langsung tunai (BLT) maupun bantuan sosial tunai (BST) jadi jurus ampuh pemerintah membenahi ekonomi. Program itu dianggap mampu menjaga daya beli masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi, program itu memang bermanfaat. Dari kalangan masyarakat pekerja hingga non-pekerja. Termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Uang tunai yang disalurkan memang manjur. Mengisi kantong masyarakat yang pendapatannya terpangkas. Baik karena kehilangan pekerjaan maupun pemangkasan gaji yang banyak dilakukan perusahaan sebagai langkah efisiensi. “Namun, hanya untuk jangka pendek,” ungkap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul itu, Kamis (26/11).

Karena dengan nominal yang ada, keseimbangan konsumsi masyarakat akan habis. Dirinya menyebut, efek pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pemerintah dari BLT dan BST paling maksimal hanya bertahan dua bulan sejak bantuan disalurkan. “Karena uang itu pasti lebih banyak habis ke hal yang bersifat konsumtif,” ucapnya.

Memang ada bantuan tunai untuk pelaku UMKM dan industri kecil dan menengah (IKM). Pemerintah menargetkan 12 juta UMKM di Indonesia akan mendapatkan bantuan tahun ini. Dengan nominal Rp 2,4 juta, diharapkan pelaku usaha mampu bertahan akibat merosotnya daya beli masyarakat. “Bantuan untuk pelaku usaha ini adalah cikal bakal perbaikan ekonomi,” ujarnya.

Sayangnya, di tingkat grass root sekalipun, bantuan itu dianggap tak efektif. Pemerintah sejak awal tidak memasukkan instrumen penting. Yakni memastikan dana yang disalurkan memang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi. Bukan habis hanya untuk konsumsi.

“Dari APBN maupun APBD tidak memiliki syarat penggunaan bantuan. Padahal, injeksi untuk UMKM dan IKM ini harusnya digunakan untuk hal yang berkaitan dengan sektor usaha dan bisnis,” katanya.

Sofyan menyebut, hingga kini, dia belum bisa menemukan sebuah instrumen untuk pelaksanaan evaluasi. Check and balance penggunaan dana bantuan. Pengawasan hingga memastikan program itu tepat sasaran kepada yang berhak menerima. Hingga tepat pemanfaatannya.

Jika memang bantuan untuk modal, apakah penerima diminta menyerahkan laporan penggunaan dana untuk modal. Jika untuk membuka usaha baru, mana bukti yang bisa menunjukkan usaha tersebut. Jika memang dana digunakan untuk perbaikan kualitas produk, apakah pemerintah punya alat kontrol untuk memastikan hal tersebut. “Kan tidak ada instrumen itu. Ini kan ngarut namanya,” tuturnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X