SAMARINDA–Pembangunan rumah kontrakan dua pintu di RT 13, Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang, berpotensi menuai problematika masa depan, jika tidak segera ditertibkan. Pasalnya, 10 meter dari lokasi, sudah ada pemilik lahan lain yang mencolok bantaran sungai kemudian diturap dan beralasan dibuat parkiran kendaraan.
Sementara itu, Pemerintah Kelurahan Lok Bahu melalui Lurah Sukarman, memilih membijaksanai dengan tetap membiarkan bangunan, sambil menanti adanya program pengerukan atau normalisasi dari Pemkot atau Pemprov Kaltim. Rencananya, kedua pemilik lahan akan dipanggil ke kelurahan, diminta menandatangani pernyataan kesediaan dibongkar.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Samarinda Dapil Sungai Kunjang Fuad Fakhruddin menegaskan, pemerintah seharusnya tidak kendur atas warga yang melakukan pelanggar. Apalagi jelas, ada aturan yang mengatur larangan membangun di bantaran sungai karena berpotensi merusak fungsi sungai itu sendiri. “Itu pasti tidak ada suratnya, kalaupun ada mungkin hanya surat jual beli saja. Kalau memang melanggar seharusnya diratakan saja,” ucapnya.
Diakuinya posisi pemerintah sudah cukup kuat, kerena bila tidak segera ditertibkan masyarakat sekitar akan beranggapan ada pembiaran. Bukan tidak mungkin mereka juga akan membangun dan mencaplok aliran sungai, dengan dalih siap dibongkar jika nanti ada program normalisasi.
“Banyak kok warga yang seperti itu, tidak jauh-jauh di Loa Bakung juga ada, tetapi hanya kayu. Berbeda dengan yang ada di Lok Bahu, jelas bangunan beton permanen,” ucapnya.
Meski demikian, pihaknya berpesan kepada pemkot untuk berhati-hati dan mengkaji lebih dalam, terlebih yang dihadapi adalah warga sendiri. Karena beberapa kali terjadi, saat petugas Satpol PP turun untuk menertibkan, warga atau pemilik lahan yang tidak terima, malah membawa organisasi masyarakat.
“Jangan sampai pemerintah berbenturan dengan masyarakat. Tetapi jika kondisinya bangunan tersebut tidak mengantongi IMB (izin mendirikan bangunan) tentu posisi pemerintah jauh lebih kuat,” ujarnya. (dns/kri/k8)