’’Saja merasa bebas merdeka bikin fiksi. Karena gak harus sinkron urutan kejadiannja. Dan kita bisa merombak pelaku sesuai keinginan kita,’’ katanya melalui Zoom.
Meski demikian, Joss tetap terikat pada waktu kejadian sejarahnya. Sebab, tidak lucu bila pada zaman tersebut sudah ada pesawat Airbus, misalnya.
Sebagai penyiar radio, Joss tentu kerap menulis dan sudah banyak artikel yang ditulisnya dengan menggunakan bahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Tetapi, untuk karya fiksi, Joss bersikukuh menggunakan bahasa Indonesia saja.
’’Karena berkaitan dengan diri dan perasaan saja, saja hanja menggunakan bahasa Indonesia. Saja kesulitan menuliskan apa jang saja rasakan ke dalam bahasa asing,’’ ujarnya.
Joss punya kerinduan bahasa Indonesia kembali otentik. Sebab, zaman sekarang, penggunaan bahasa Indonesia semakin terpengaruh oleh bahasa asing. Satu yang dia contohkan adalah penyebutan nama kota di luar negeri. New York. ’’Seharusnja kan York Baru,’’ kata Joss.
Tapi, bagi pengamat bahasa Holy Adib, menggunakan Ejaan Soewandi hanya merepotkan diri sendiri. Sebab, menurut KBBI, ejaan hanyalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf).