Kaltim Harus segera Beralih ke Sumber Energi Terbarukan

- Jumat, 27 November 2020 | 15:40 WIB
Wagub Hadi Mulyadi dan Fadli Zon
Wagub Hadi Mulyadi dan Fadli Zon

Pada periode 2009–2013, hutan Indonesia hilang seluas 1,13 juta hektare setiap tahunnya. Kecepatan hilangnya hutan Indonesia setara dengan tiga kali luas lapangan sepak bola per menit. Demikian laporan yang dirilis Forest Watch Indonesia.

 

KONDISI lingkungan Kaltim karena pembukaan lahan untuk kepentingan ekspansi pertambangan batu bara dan kebun sawit kembali jadi pembahasan. Kali ini, giliran Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI yang mengeluarkan peringatan. Dalam kunjungannya, kemarin (26/11), Ketua BKSAP DPR periode 2019–2024 Fadli Zon mengungkapkan, Pemprov Kaltim harus segera beralih ke sumber energi terbarukan.

Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan, tak dimungkiri Kaltim adalah provinsi yang kaya akan sumber daya alam. Membuat provinsi ini primadona bagi pemodal di sektor sumber daya alam. Namun, eksploitasi sumber daya alam ini berisiko terhadap pengerusakan lingkungan. Apalagi, sumber daya alam akan habis seiring waktu. "Karena itu bisa mendapatkan reaksi di beberapa negara lain yang memiliki environmental friendly. Ke depan, memang energi yang diharapkan itu bisa terbarukan. Banyak Sumbernya. Seperti angin dan matahari. Supaya ada kesadaran bagi ekonomi hijau," ucap Fadli Zon di Kegubernuran Kaltim, Samarinda.

Mengutip laporan Forest Watch Indonesia (FWI) “Deforestasi tanpa Henti” 2018, laju

deforestasi di Kaltim meningkat hampir dua kali lipat. Dari semula 84 ribu hektare per tahun pada 2013, menjadi 157 ribu hektare per tahun pada 2016. Pada 2013, Kaltim memiliki 6,3 juta hektare hutan alam. Tiga tahun kemudian, hanya tersisa 5,89 juta hektare. Atau 47 persen dari luas daratan provinsi ini. Data ini disebabkan keberadaan industri ekstraktif yang berdampak pada deforestasi dan degradasi hutan.

Kembali ke Fadli Zon. Dia menuturkan, ekonomi hijau menjadi pilihan baik. Selain ramah lingkungan, hal ini akan membuat negara-negara lain memiliki kepercayaan terhadap produk Indonesia. Apalagi saat ini dunia mulai beralih pada energi terbarukan. Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyambut saran dari ketua BKSAP DPR RI itu. Menurut Hadi, Kaltim memang memiliki banyak industri penambangan ekstraksi seperti batu bara dan migas. Apalagi tak hanya pertambangan, kebun sawit juga membuat deforestasi karena harus membuka lahan.

Hadi menyatakan, dia tidak bisa menghentikan regulasi izin tambang ataupun sawit tersebut. Sebab, semua regulasi dan izin dilakukan di pemerintah pusat. "Banyak kendala yang dihadapi terkait sawit. Batu bara, regulasinya itu dilakukan di pusat," jawab Hadi. Meski begitu, bukan Kaltim tak memulai. Provinsi ini pun sudah ditunjuk menjadi pilot project penurunan emisi berbasis lahan, yaitu FCPF-Carbon Fund yang merupakan kerja sama dengan Bank Dunia. Di sisi lain, kontribusi batu bara yang dihasilkan Kaltim untuk negara cukup tinggi. Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, Kaltim menghasilkan 62 persen pasokan batu bara nasional. Meskipun Kaltim memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, pengelolaan perlu diperhatikan. Pasalnya, urusan batu bara masih banyak permasalahan di sana-sini. Hilirisasi pun dianggap jadi opsi meskipun berat.

Pada pertengahan tahun ini, investasi proyek pabrik methanol sebagai produk turunan batu bara di Bengalon, Kutai Timur senilai USD 2 miliar, diinisiasi Bakrie Capital Indonesia. Perusahaan ini berkolaborasi dengan Ithaca Resources dan Air Products and Chemicals. Pemprov Kaltim meyakini investasi pabrik methanol ini bisa mendongkrak perekonomian Kaltim yang stagnan selama masa pandemi Covid-19. Di samping juga akan menjadi bagian penting dari proses hilirisasi perekonomian yang sedang berjalan di Kaltim.

“Harapan kita proyek ini bisa menyerap tenaga kerja yang banyak dari penduduk asli Kaltim, khususnya di sekitar Kutai Timur,” ungkap Hadi. Hilirisasi batu bara ke methanol yang akan dibangun di Bengalon, Kutai Timur, disebut sangat prospektif. Karena gas yang dihasilkan batu bara sangat banyak. Apalagi batu bara muda yang ada di Kutai Timur, khususnya di daerah pedalaman mengandung gas yang besar sebagai bahan baku methanol. (riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X