Hetifah Sjaifudian
Wakil Ketua Komisi X DPR
HARI Guru tahun ini diawali dengan sejumlah berita baik dari beberapa kebijakan pemerintah yang pro-guru. Di antaranya kebijakan pemberian kuota bagi guru untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ), pemberian bantuan subsidi upah bagi guru honorer, dan membuka seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK) tahun 2021 yang memprioritaskan guru honorer.
Hal-hal tersebut tentu merupakan berita baik bagi kita. Diharapkan bisa menjadi awal dari rentetan kebijakan yang berpihak pada guru.
Permasalahan terkait guru di Indonesia adalah sebuah wicked problem, yang tidak hanya kompleks dan penuh dengan komplikasi. Namun, juga sulit untuk ditentukan di mana awal, tengah, dan ujung permasalahannya.
Berbeda dengan tame problem. Di mana masalah bisa ditemukan, dicarikan solusinya berdasarkan ilmu pengetahuan, lalu masalah tersebut selesai. Perlu proses iteratif untuk menyelesaikan wicked problem itu. Dan perubahan harus terjadi secara sistemik, bukan dengan mindset kuratif.
Transformasi manajemen guru merupakan kunci utama reformasi dunia pendidikan. Lebih dari infrastruktur, teknologi, dan hal-hal lainnya. Aset terbesar kita adalah sumber daya manusia. Guru yang baik, ditempatkan di mana pun, akan mampu berinovasi dan berkreasi meski dengan berbagai keterbatasan.
Sebaliknya, sebesar apapun biaya yang kita keluarkan untuk infrastruktur dan teknologi, tidak akan berdampak besar bagi pembelajaran jika tidak berada di tangan yang tepat. Maka, dalam upaya kita membenahi dunia pendidikan di Indonesia, pantaslah jika segala energi, waktu, dan sumber daya kita kerahkan dengan porsi yang signifikan bagi guru-guru.
Isu yang sedang hangat dibicarakan di momentum Hari Guru ini adalah kebijakan pemerintah merekrut PPPK tahun depan dan seterusnya. Rencananya, ditargetkan tak kurang dari 1 juta guru bisa menjadi PPPK melalui skema itu.
Hanya guru honorer baik di negeri maupun swasta, serta lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang bisa mengikuti seleksi tersebut. Hal itu merupakan berita yang sangat baik. Mengingat terdaftar menjadi PPPK, guru mendapatkan kepastian terkait status, gaji, dan tunjangan. Sesuatu yang bertahun-tahun tidak dimiliki sebagian besar guru honorer.
Terlebih, pemerintah pusat sudah menjamin anggaran tersebut. Sehingga daerah tidak perlu khawatir akan membebani APBD. Itu merupakan bentuk komitmen bersama bagi peningkatan kesejahteraan guru-guru kita.
Namun demikian, terdapat beberapa catatan yang saya miliki terkait program tersebut. Pertama, menurut hemat saya, hendaklah seleksi itu tidak hanya berdasarkan pada tes kompetensi yang akan dilakukan. Namun, juga mempertimbangkan pengabdian yang telah dilakukan.
Misalnya, menjadikan pengalaman mengajar sebagai salah satu instrumen penilaian. Dengan memberikan bobot lebih bagi mereka yang telah mengajar lebih lama. Hal itu akan menyeimbangkan aspek kompetensi dengan pengalaman dan memberikan reward bagi mereka yang telah mengabdi lebih lama. Tentu tanpa mengorbankan standar kompetensi yang harus dimiliki.