Lepas salat Subuh, Masitah bersiap ke sekolah. Semburat matahari belum terlihat di angkasa tapi dia sudah harus bergegas. Sebab bila tidak, bisa lambat dia mengajar. Di SD 014 Loktunggul, Bontang Lestari, Kecamatan Bontang Selatan, Masitah didaulat kepala sekolah. Merangkap guru.
FITRI WAHYUNINGSIH, Bontang
Pukul 06.15 Wita, Masitah mulai menggeber kendaraanya. Dari kediamannya di Gunung Sari, hingga ke sekolah, memakan waktu sekitar 50 menit. Untuk perjalanan sejauh 32 kilometer. Ini dengan catatan, kalau di jalan tidak ada kendala.
“Harus cepat saya. Biar kalau mau lewat PLTU bisa langsung. Enggak terjebak jam masuk kerjanya pekerja di PLTU,” beber Masitah ketika disambangi di SD 014 Loktunggul belum lama ini.
Dikatakan Masitah, surat keterangan (SK) mengabdi di Loktunggul diterbitkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang per 1 November 2019. Menurutnya, mengabdi di Loktunggul memang cukup menantang. Awalnya dia bahkan bertanya, mengapa ditempatkan di daerah ini. Tak mengherankan, mengingat Loktunggul jauh dari pusat kota.
Ketika tiba pertama kali, Masitah menyaksikan bagaimana kondisi SD 014 cukup memprihatinkan. Baik dari sisi infrastruktur di sekolah. Hingga kondisi sosial masyarakat setempat.
Bangunan di SD 014 ada yang kayu, ada yang beton. Meski kini telah didominasi beton. Tapi, halaman sekolah masih berupa tanah lapang. Jadi ketika hujan, sudah pasti becek.
Masitah mengenang, pernah satu waktu ketika upacara, jumlah murid justru lebih sedikit ketimbang jumlah ayam yang ikut menghambur tatkala kegiatan itu berlangsung. Maklum saja, kala itu, sekolah yang sederhana tersebut belum memiliki pagar. Sementara lokasi sekolah berada tepat di tengah permukiman warga.
“Tapi, alhamdullilah sekarang sudah tidak lagi. Pemerintah mulai bangun dan tambah fasilitas. Pagar juga sudah ada,” ujar perempuan yang akrab disapa Ibu Ita ini.
Juga soal upaya Masitah dan guru-guru yang menyambangi kediaman rumah warga satu per satu. Untuk mengajak anak-anak warga bersekolah. Memberi pemahaman bila pendidikan adalah investasi terbaik yang mampu orangtua berikan kepada anak-anak mereka.
“Karena ada juga masalah sosial di sini, anak-anak yang menikah dini,” ungkap perempuan ramah senyum ini.
Melihat kondisi sosial ekonomi yang terjadi di Loktunggul, sebisa mungkin dirinya yang dibantu 12 guru lainnya menyuntik semangat. Kepada 32 anak didik. Mencerdaskan mereka adalah tugas penting. Namun ada hal penting yang juga dia tekankan, anak-anak didik harus punya mimpi. Tidak ada mimpi yang terlampau besar. Yang membedakan pemimpi ialah bagaimana mereka berjuang untuk mewujudkan itu.
“Di kelas kami taruh pohon harapan. Biar anak-anak kami semakin semangat belajar,” ungkapnya.
Selama pandemi ini, sekolah di pindah ke rumah. SD 014 juga menerapkan pendidikan jarak jauh (PJJ). Dia bersyukur, meski masuk daerah terluar Bontang, tapi anak didik bisa ikut PJJ. Pasalnya, sekolah punya jaringan nirkabel (wifi) sendiri. Cakupannya cukup luas, sehingga anak didik yang sebagian besar bermukim di RT 15 Loktunggul bisa menikmati fasilitas itu.