Gara-gara Kerumunan, Giliran Kepala KUA Dicopot

- Selasa, 24 November 2020 | 11:57 WIB
Peringatan maulid di Petamburan
Peringatan maulid di Petamburan

JAKARTA – Satu per satu pejabat yang terkait dengan acara Rizieq Syihab dicopot dari jabatannya. Setelah Kapolda Metro Jaya, Kapolda Jawa Barat, Kapolres Jakarta Pusat, dan Kapolres Bogor, (23/11) giliran Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tanah Abang Sukana yang dibebastugaskan dari jabatan. Sukana dimutasi menjadi penghulu di wilayah Jakarta Pusat.

Pencopotan Sukana itu disampaikan Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin di Jakarta kemarin. Pertimbangan pencopotan tersebut adalah tindakan abai terhadap protokol kesehatan dalam pencatatan nikah keluarga Rizieq di Petamburan pada 14 November lalu.

”Sukana mulai hari ini (kemarin, Red) tidak lagi mendapat mandat tugas tambahan sebagai kepala KUA,” tegas Kamaruddin. Guru besar UIN Alauddin Makassar itu mengatakan, keputusan itu sejalan dengan komitmen Menteri Agama Fachrul Razi bahwa keluarga besar Kemenag harus ketat dalam menjalankan protokol kesehatan.

Kamaruddin menambahkan, keputusan tersebut diambil setelah tim Itjen Kemenag melakukan proses investigasi. Sukana dinilai mengabaikan ketentuan protokol kesehatan saat menjalankan tugas pencatatan pernikahan Muhamad Irfan dan Syarifah Najwa Syihab di Petamburan, Jakarta Pusat, 14 November lalu. Syarifah adalah putri Rizieq Syihab, imam besar Front Pembela Islam (FPI).

Sukana dianggap mengabaikan ketentuan dalam surat edaran Dirjen Bimas Islam Kemenag tentang pelayanan nikah menuju masyarakat produktif aman Covid-19. Kamaruddin menyatakan, Kemenag sebelumnya juga memutasi Kepala Kantor Kemenag Jombang Taufiq Abdul Djalil pada 26 Oktober. Sanksi disiplin itu diberikan setelah yang bersangkutan menggelar pesta pernikahan yang mengakibatkan terjadinya kerumunan pada 4 Oktober lalu.

Kamaruddin menegaskan, arahan Menteri Agama Fachrul Razi sangat jelas. Dalam situasi bagaimanapun, setiap pejabat Kemenag harus berusaha keras menegakkan protokol kesehatan. ”Kelalaian atas pelaksanaannya pasti akan diberi tindakan tegas karena dapat membahayakan orang banyak,” jelasnya.

Sementara itu, langkah Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menurunkan baliho bergambar Rizieq Syihab didukung Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Achmad Riad, Dudung sudah bertindak sesuai aturan. Karena itu, meski tidak ada perintah eksplisit untuk menurunkan baliho Rizieq, Mabes TNI mengapresiasi tindakan Dudung. ”Yang perlu saya garis bawahi di sini adalah bahwa memang tanggung jawab untuk menurunkan (baliho) itu berada di Pangdam Jaya. Tentunya panglima TNI mendukung,” kata Riad kemarin. Dukungan tersebut diberikan lantaran Mabes TNI percaya Dudung lebih memahami dan mengerti kondisi Jakarta.

Apalagi setelah Dudung menyampaikan duduk perkara yang mendorong Kodam Jaya mengerahkan prajurit untuk menurunkan baliho-baliho tersebut. Mereka menyebutkan, prajurit TNI tidak serta-merta turun ke jalan apabila tanpa sebab. Mereka bergerak membantu Satpol PP DKI yang disebut kewalahan menurunkan baliho-baliho itu. Sebab, baliho yang sudah diturunkan Satpol PP DKI selalu dipasang lagi. Padahal, penertiban baliho-baliho tersebut dilandasi aturan yang jelas.

Dudung mengakui, tidak pernah ada perintah langsung dari panglima TNI untuk menurunkan baliho itu. Dia memerintah anak buahnya untuk membantu Pemprov DKI. ”Tetapi, setelah kegiatan pasti saya laporkan kepada panglima TNI dan harus diketahui panglima TNI,” bebernya.

Sementara itu, pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi menilai pernyataan Pangdam Jaya terkait penurunan baliho Rizieq dan pernyataan yang berhubungan dengan pembubaran FPI berada di luar koridor tugas TNI. ”Pencopotan baliho adalah urusan penegakan hukum, sedangkan soal pembubaran FPI merupakan wilayah politik,” ungkapnya.

TNI, lanjut Fahmi, mesti berpedoman pada undang-undang yang mengatur keberadaan mereka. Sekalipun ada ruang operasi militer selain perang (OMSP), dia menilai tindakan Pangdam Jaya sudah keluar dari batasan yang menyekat tugas institusi militer dengan pemerintah dan aparat penegak hukum. Fahmi menilai tindakan Pangdam Jaya bukan semata-mata inisiatif sendiri. Menurut dia, ada pengaruh rangkaian pernyataan yang dilontarkan panglima TNI belakangan ini. Dari pernyataan panglima TNI maupun Pangdam Jaya, Fahmi melihat nuansa masa lalu.

”Ada kesan arogansi, menakut-nakuti, dan menunjukkan lembaga-lembaga lain lemah sehingga TNI harus turun tangan di situ,” imbuhnya. ”Apalagi, kerisauan terhadap keutuhan bangsa dan negara itu tak disertai hal-hal yang konkret dan spesifik mengenai bentuk dan tensi ancaman. Selain problem politik, hukum, dan keamanan yang notabene merupakan domain lembaga-lembaga lain,” tambahnya. (syn/wan/c9/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X