PROKAL.CO,
SAMARINDA–Pembayaran proyek yang ditangani Aditya Maharani Yuono di Pemkab Kutai Timur (Kutim) tak hanya dinikmati Ismunandar. Para pejabat lain, dari pejabat pembuat komitmen (PPK), panitia lelang, hingga kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutim turut kebagian hasil dari direktur PT Turangga Triditya Perkasa (TTP) ini.
Pemberian Aditya Maharani Yuono selaku kontraktor sering kali berangkat dari pesan singkat para ASN itu menanyakan sejauh mana “hilal”-nya hadir. “Kadang saya ditelepon atau di-chat tanya ada titipan dari Bu Dita (Aditya Maharani) enggak,” ungkap Lila Mei Puspita Sari dalam persidangan teleconference di Pengadilan Tipikor Samarinda, (23/11). Staf administrasi PT TTP itu dihadirkan JPU KPK Ali Fikri sebagai saksi dalam kasus suap atau gratifikasi proyek infrastruktur di Kutim untuk lima terdakwa penerima suap.
Yakni, Ismunandar (bupati Kutim nonaktif), Encek Unguria Rinda Firgasih (ketua DPRD Kutim nonaktif), Musyaffa (mantan kepala Badan Pendapatan Daerah Kutim), Suriansyah alias Anto (mantan kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kutim), dan Aswandini Eka Tirta (mantan kepala Dinas PU Kutim). Kelimanya didakwa menerima suap atau gratifikasi dari Aditya Maharani Yuono dan Deky Aryanto sebesar Rp 22,1 miliar sepanjang 2019–2020.
Untuk Ismunandar, selain suap itu, dia juga diduga menerima gratifikasi yang tak dilaporkan ke KPK senilai Rp 13,5 miliar sepanjang 2016–2020. Kembali ke Lila, dari pesan atau panggilan udara itu, dia segera berkoordinasi dengan Aditya dan diminta untuk memberikan uang baik tunai atau transfer. Soal nominal, sebut dia, terbilang variatif. Dari Rp 2,5 juta hingga Rp 1 miliar. Untuk pemberian tunai, dia tak begitu tahu jumlah pemberian yang dibagi ke beberapa ASN tersebut karena dirinya hanya dititipkan amplop cokelat untuk diantarkan.
Beda cerita untuk transfer, dia cukup intens berurusan dengan bank untuk mengirim uang. Bahkan, slip transfer itu rutin dikumpulkannya untuk didata dalam pembukuan perusahaan. “Yang saya ingat ada koordinator lelang dan staf di Dinas PU masing-masing Rp 2 juta,” ungkapnya memberikan keterangan. Untuk PPK, dia tak tahu pasti. Terkadang, pemberian itu langsung dihandel Aditya Maharani Yuono. Sumber dana jelas dari hasil pembayaran beberapa proyek di Kutim yang ditangani bosnya itu.
Tapi, sepengetahuan dia, pemberian yang tercatat sebagai fee kickback itu berkisar 5–7,5 persen dari nilai kontrak setelah dipotong pajak. “Saya kerjakan kalau diminta saja. Kadang Bu Aditya sendiri yang handel,” tegasnya. Dia tahu ada aliran ke Ismunandar sekitar Rp 100 juta medio Mei–Juni 2020. Itu pun, aku Lila, diketahuinya selepas mendapat telepon dari Aditya lantaran keterangan dalam slip transfer itu ditulisnya APBD. “Saat itu, Bu Dita bilang jangan lagi tulis begitu dia dimarahi timses Ismunandar. Semula enggak tahu karena tujuannya Aini Effendi,” lanjutnya.