SENDAWAR - Keputusan kegiatan belajar-mengajar (KBM) mulai menuai respons dari para orangtua siswa. Mereka mengaku dilema atas keputusan pemerintah pusat yang membolehkan tatap muka mulai Januari 2021.
Mereka khawatir terhadap risiko penularan Covid-19 di sekolah. Sementara, belajar jarak jauh yang dilakukan secara daring selama masa pandemi ini dinilai tidak efektif.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang diumumkan pada Jumat (20/11), izin sekolah tatap muka menjadi wewenang penuh pemerintah daerah (pemda). Sekolah bisa menggelar KBM tatap muka asalkan memenuhi sejumlah persyaratan protokol kesehatan.
Memang, KBM tatap muka tidak diwajibkan. Orangtua yang tak berkenan anaknya belajar di sekolah, tetap akan difasilitasi untuk belajar secara daring. Kekhawatiran dan dilema atas dibolehkannya sekolah tatap muka dirasakan Vherra Sholita (29), orangtua siswa di salah satu sekolah dasar (SD) di Kecamatan Sekolaq Darat, Kutai Barat.
Vherra khawatir anaknya terpapar Covid-19 di sekolah karena anak-anak cenderung berkelompok atau berkerumun. "Sebagai orangtua, tentunya khawatir dan waswas banget,” kata Vherra.
Ia mengakui, anaknya akan lebih mudah menyerap materi pelajaran apabila dijelaskan secara langsung oleh guru atau pembimbing secara tatap muka.
Apalagi pembelajaran secara daring dinilainya tidak efektif. Namun, di sisi lain, ia menilai belajar secara tatap muka meningkatkan risiko penularan Covid-19. “Karena anak-anak TK, SD, SMP, belum sepenuhnya memahami bagaimana mencegah atau menjaga jarak dengan teman-temannya. Mereka senang berkerumun, bersentuhan, dan bercanda,” katanya.
Ibu tiga anak ini berharap penerapan sekolah tatap muka dilakukan secara bertahap. Jumlah siswa yang belajar dalam satu ruangan pun harus dibatasi, jam belajar dipersingkat, dan guru melakukan pengawasan protokol kesehatan secara ketat.
“Kalau memang bertahap atau tidak semua anak masuk, ya saya pribadi setuju. Guru juga harus ketat melakukan pengawasan. Kemudian jam belajar dipersingkat,” ujar dia. (rud/kri/k16)