Pemkot Bontang mewacanakan pengoperasian bangunan rumah sakit (RS) tipe D sebagai tempat karantina pasien terkonfirmasi positif. Berstatus gejala ringan dan tanpa gejala. Sekretaris Kota (Sekkot) Bontang Aji Erlynawati mengatakan rencana itu untuk menghilangkan isolasi mandiri yang dipandang kurang efektif dalam pengawasannya. Tujuannya untuk menekan penyebaran paparan covid-19.
“Harapan saya bisa dialihkan dari rumah karantina ke RS Tipe D,” kata pejabat yang akrab disapa Iin ini. Menurutnya, bangunan RS tipe D saat ini masih dalam proses pengerjaan. Ditargetkan gedung yang berlokasi di eks Kantor Dinas Kesehatan (Diskes) masuk tahapan finishing. Sesuai kontrak maka limit pengerjaan berakhir pada akhir tahun ini.
“Saya tinjau pekan lalu tinggal pasang plafon dan beberapa bidang yang harus diperbaiki,” ucapnya.
Bangunan ini terdapat empat lantai. Dengan sekira 25 ruangan. Selain itu, kontraktor saat ini sedang berupaya memperbaiki pondasi lantai dasar. Mengingat sebelumnya terjadi kesalahan.
“Sedang ditambah cakar ayam supaya kuat konstruksinya,” tutur dia. Pemkot Bontang menggelontorkan dana sejumlah Rp 11,6 miliar pada APBD 2020 untuk pembangunan fasilitas kesehatan ini. Tahun lalu, senilai Rp 7,3 miliar dikucurkan sebagai pembangunan tahap awal. Pembangunan tidak bisa dalam satu kali tahapan. Mengingat keterbatasan kondisi kas daerah.
Adapun Pemkot menargetkan pengoperasian fungsi bangunan dapat berjalan tahun depan.
Sebelumnya, rencana pengoperasian fasilitas khusus rumah karantina di Hotel Grand Mutiara menemui jalan buntu. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Bontang, dr Bahauddin.
Ia menyebut patokan harga yang diajukan oleh manajemen hotel terlalu tinggi. Dibandingkan harga lama saat Hotel Grand Mutiara ditunjuk sebagai tempat karantina suspek dan orang kontak erat dengan pasien pada April lalu. “Harganya tinggi sehingga tidak bisa ditindaklanjuti,” kata Bahauddin. (don)