Legislator Tolak Pembukaan Sekolah, Ini Alasannya

- Selasa, 24 November 2020 | 10:51 WIB
Agus Haris
Agus Haris

 

Tanggapan miring datang dari wakil rakyat. Soal rencana Pemerintah Pusat membuka kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka, di tengah Bontang masih menyandang status zona merah pandemi Covid-19.

 

Wakil Ketua II DPRD Bontang Agus Haris mempertanyakan alasan pemerintah pusat. Yang mengizinkan pembelajaran tatap muka di kelas diperkenankan mulai Januari 2021 mendatang. Menurut dia, keputusan ini sangat riskan. Mengingat, tren penderita Covid-19 di Indonesia belum melandai. Sementara itu, di Bontang, angkanya terus naik. Pun masih menyandang status zona merah.

“Aneh saja. Kan di daerah ini angka penderita Covid-19 cenderung naik. Ini kok sekolah tatap muka malah diperkenankan,” ujar Agus Haris ketika disambangi di Sekretariat DPRD Bontang, Senin (23/11) siang.

Kata Agus Haris, mestinya pemerintah pusat mengambil kebijakan tersebut berdasarkan kajian yang jelas. Tentu ini terkait keamanan anak-anak bila belajar tatap muka di sekolah dibuka. Pun soal kondisi sesungguhnya seluruh kawasan di Indonesia, terkait penanganan Covid-19. Apakah membaik atau sebaliknya.

“Kajiannya harus jelas ini. Tentu kita tidak mau ambil risiko. Ini terkait keselamatan anak-anak,” ujarnya.

Selain mempertanyakan alasan pemerintah membuka sekolah tahun depan, Agus Haris juga bingung dengan ambiguitas kebijakan itu. Pemerintah pusat mengizinkan sekolah dibuka, kendati daerah masih zona merah. Tapi kebijakan itu dikembalikan lagi ke masing-masing daerah. Mau buka atau tidak, semua terserah.

“Mestinya kebijakan ini dibuat absolut. Kalau pemerintah pusat bilang buka, ya kasih rata se-Indonesia. Jangan dilempar lagi ke daerah. Makanya kan harus jelas kajian yang melandasinya,” urai dia.

Kebijakan yang terpusat, dan aplikasinya merata ke seluruh Indonesia, membuat pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab untuk segala sesuatunya. Mulai pendanaan pemenuhan seluruh kebutuhan protokol kesehatan di sekolah. Hingga ikut pasang badan bila ada hal-hal kurang mengenakkan dari kebijakan itu.

Menurut dia, konsekuensi dari ambiguitas kebijakan seperti itu, membuat pemerintah pusat dapat dengan mudah lepas tangan. Ketika kebijakan yang dikeluarkan ternyata berujung pada hal yang tidak diinginkan.

“Kalau ada masalah, ujung-ujungnya pemerintah daerah lagi disalahkan. Harusnya ini menjadi tanggungan bersama,” tandas Agus Haris.

Untuk diketahui, pemerintah mengizinkan sekolah tatap muka dibuka mulai Januari 2020 mendatang. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri. Yakni, menteri pendidikan dan kebudayaan, menteri agama, menteri kesehatan, dan menteri dalam negeri.

Tambah dia, menerapkan standar protokol kesehatan pada anak didik di lingkungan sekolah tidak mudah. Untuk anak didik jenjang SMA/SMK/sederajat barangkali bisa. Lantaran kemampuan mereka dalam menerima informasi cukup baik. Mereka pun lebih bisa diatur untuk disiplin prokes. Tapi ini sukar belaku untuk jenjang di bawahnya. SMP, SD, apalagi TK dan PAUD.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X