KPK Kantongi Saksi Kunci, Skandal Suap Ismunandar, Dinasti Politik Picu Korupsi

- Sabtu, 21 November 2020 | 13:46 WIB
Ismunandar dan Istri
Ismunandar dan Istri

SAMARINDAKasus OTT KPK di Kutai Timur menyingkap ada hubungan keluarga para pelaku. Seperti yang diketahui publik, Ismunandar dan Encek Firgasih ialah suami-istri dan keduanya menghuni jabatan pengendali. Ismunandar selaku bupati, sementara Encek di kursi legislatif sebagai ketua DPRD Kutim.

Ada pula Musyaffa (kepala Badan Pendapatan Daerah/Bapenda Kutim nonaktif) dan Suriansyah (kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah/BPKAD Kutim nonaktif). Dua kepala dinas ini merupakan kakak-beradik. Relasi keluarga seperti Ismu-Encek dan Musyaffa-Suriansyah ini memberikan keluwesan dalam mengendalikan perencanaan dan penganggaran APBD. “Memang tak semua dinasti politik itu korup. Tapi punya kecenderungan korup yang lebih besar,” ungkap pengamat hukum asal Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah kepada Kaltim Post, (20/11).

Dinasti politik yang menduduki jabatan strategis pemerintahan jelas membuka ruang dan jalan mudah untuk berbuat lancung menggerayangi tubuh APBD. Jalan dan ruang yang terbuka lebar itu bakal kian masif terjadi. Ketika dinasti politik terlahir prematur tanpa memerhatikan proses yang mestinya perlu ditempuh. Seperti memaksakan sanak-saudara untuk turut terlibat dalam kancah politik tanpa proses kaderisasi yang mumpuni. “Proses tak pernah mengkhianati hasil. Tanpa proses, yang hadir cuma politikus berbasis finansial. Bukan kualitas isi kepala,” sambung Castro, begitu dia disapa.

Dengan begitu, politikus yang lahir dalam klan politik seperti ini, hanya menyajikan perilaku penimbun kekayaan. Ada tiga poin dasar, lanjut dia, yang menjadi alasan dinasti politik perlu dibatasi. Pertama, hadirnya klan seperti ini akan merusak keseimbangan dalam sektor apapun yang bertautan dengan politik. Selanjutnya, tersusunnya sanak-saudara diposisi strategis pengambil kebijakan, tak hanya membuka lebar ruang dan jalan yang semula dibatasi. “Tapi juga menurunkan cost besar untuk berperilaku korup. Misal, tanpa hubungan seperti ini, para pelaku korupsi cenderung harus keluar biaya besar untuk meminimalisasi praktik itu bocor ke publik,” ulasnya.

Terakhir, keluarga politik ini justru terus berlanjut karena sudah mengakar di sistem yang disusupi. Di kasus OTT Kutai Timur, misalnya. Ismunandar merupakan pemilik kewenangan dalam menyusun anggaran selaku bupati. Posisi pengawas kerja pemerintahan dipegang sang istri. Otomatis, sambung dia, desain pengawasan yang melekat dalam tugas DPRD lumpuh seketika. Yang lebih rawan, ketika dinasti ini benar-benar mengakar di sistem pemerintahan karena bakal menciptakan imun untuk menangkal pengusutan potensi korupsi pemerintahan.

 “Jika mendarah daging jelas perlu kerja ekstra untuk mengungkap tabirnya karena dinasti ini punya sistem untuk menekan potensi bocornya informasi ulah lancung mereka,” singkatnya.

 

Seluruh pelaku dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kutai Timur sudah digulirkan ke Pengadilan Tipikor Samarinda, Kamis (19/11). Dua pemberi suap atau gratifikasi hingga lima penikmat uang haram tersebut harus mempertanggungjawabkan ulahnya di kursi pesakitan. Dua pemberi itu, Aditya Maharani Yuono dan Deky Aryanto. Sementara kelima penerima; Ismunandar, Encek Unguria Riarinda Firgasih, Musyaffa, Suriansyah alias Anto, dan Aswandini Eka Tirta (kepala Dinas Pekerjaan Umum/PU nonaktif). Dari persidangan para penerima yang digelar, ada satu nama asing yang disebutkan turut memberikan gelontoran uang selain dua rekanan yang telah dituntut JPU KPK selama 2 tahun dan 2,6 tahun pidana penjara, yakni Sernita alias Sarah.

Dikonfirmasi soal siapa sosok Sernita ini, Ali Fikri selaku pelaksana tugas juru bicara KPK yang juga penuntut umum dalam kasus ini, mengakui jika Sernita menjadi salah satu saksi hasil pengembangan penyidikan komisi antirasuah. “Dia saksi,” ucapnya ketika dikonfirmasi via aplikasi perpesanan. Dalam dakwaan setebal 57 lembar, Ismunandar disebut menerima suap melalui Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini sebesar Rp 22,1 miliar sepanjang 2019–2020 atau gratifikasi yang tak dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari sejak pemberian sepanjang 2016–2020 sebesar Rp 13,5 miliar.

Dari jumlah suap itu, sebesar Rp 2,65 miliar disebutkan dalam dakwaan berasal dari Sernita alias Sarah. Seperti apa peran saksi ini, Ali Fikri menjawab singkat. “Nanti kita paparkan di persidangan. Dia salah satu saksi kunci,” singkatnya. (ryu/riz/k8)

 

 

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X