Nasib Edi Ditentukan 24 November

- Sabtu, 21 November 2020 | 13:42 WIB
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kaltim Fahmi Idris (kiri) dan Ajib
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kaltim Fahmi Idris (kiri) dan Ajib

SAMARINDA–Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI tentang pembatalan calon bupati Kukar Edi Damansyah terus bergulir. Tertanggal 17 November 2020, KPU Kaltim dan Kukar telah mendapat surat untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi lebih lanjut terkait rekomendasi itu. Tim kuasa hukum Edi Damansyah berharap, penanganan kasus ini bisa benar-benar objektif.

Dalam keterangan persnya, (20/11), Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kaltim Fahmi Idris mengatakan, KPU Kukar sudah mendapat konfirmasi secara resmi tentang rekomendasi Bawaslu RI. Surat itu bernomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.00XI/2020 tertanggal 11 November 2020. Isinya tentang Penerusan Pelanggaran Administrasi Pemilihan, melalui Surat Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1052/PY.02.1-SD/03/KPU/XI/2020 tanggal 17 November 2020.

”Sehingga berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan bahwa KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 Ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari sejak rekomendasi Bawaslu provinsi dan/atau panwaslu kabupaten/kota diterima," kata Fahmi.

Lanjut dia, hasil klarifikasi KPU Kukar akan diserahkan ke KPU RI. Keputusan itu akan jadi pertimbangan untuk menentukan nasib Edi Damansyah di Pilkada Kukar 2020. Sesuai dengan peraturan, keputusan akhir terkait pencalonan Edi-Rendi akan diketahui tujuh hari alias pada 24 November 2020. Dia melanjutkan, pada Pasal 18 Peraturan KPU 25/2013, KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya.

Meliputi kegiatan mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya. Lalu menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu. "Saat ini, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara sedang dalam proses klarifikasi kepada pihak terkait. Termasuk Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Bappeda, Disdukcapil, camat, lurah, dan terlapor/bupati," sambung Fahmi.

Setelah itu, lanjut dia, klarifikasi akan menjadi pertimbangan KPU Kukar dalam mengambil keputusan terkait surat rekomendasi Bawaslu. Serta dapat meminta arahan kepada KPU RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Komisioner KPU Kukar Purnomo menambahkan, pihaknya saat ini masih melakukan klarifikasi. "Masih berproses," sebutnya.

Sementara itu, tim kuasa hukum Edi Damansyah, Sholihin berharap, KPU bisa benar-benar objektif dalam mengambil kesimpulan. Pasalnya, program yang dipermasalahkan bukan program yang ujug-ujug ada. Tetapi bagian dari rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kukar. Program “Satu RT Satu Laptop” ini pun sudah ada sejak 2016, alias sejak zaman Bupati Kukar Rita Widyasari.

"Kecuali kalau tiba-tiba baru ada di September ini, itu baru bisa dipertanyakan," kata Sholihin. Maka dari itu, pihaknya cukup percaya diri. Saat ini, timnya pun dalam tahap menunggu. Apalagi, Edi Damansyah sudah melakukan klarifikasi di KPU Kukar.

Menurut akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Mahendra, saat ini bola panas keputusan dipegang oleh KPU Kukar.

"Setelah Bawaslu kasi rekomendasi, ada KPU menindaklanjuti. Bisa dua, ikuti rekomendasi atau tidak," sebut Mahendra. Sementara itu, akademisi Hukum Tata Negara Unmul Herdiansyah Hamzah mengungkapkan, dalam rilis KPU, ada hal yang perlu dikritisi.

Pertama, dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, KPU masih menggunakan ketentuan Pasal 18 PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.

“Padahal kita tahu PKPU tersebut sudah tidak relevan lagi. Karena dalam konsideran menimbang masih mengacu pada UU yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Apalagi PKPU tersebut memang spesifik diperuntukkan pengaturan pelanggaran administrasi pemilu, bukan pilkada," jelasnya.

Dia melanjutkan, perihal tata cara penanganan pelanggaran administrasi pilkada, yang menjadi kewenangan mutlak Bawaslu, sudah diatur secara eksplisit dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

 Jadi, KPU seharusnya tidak perlu melakukan upaya menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu, sebagaimana disebutkan dalam PKPU tersebut.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X