Sebagaimana telah disinggung, pelaksanaan pilkada serentak tahun ini dilakukan di tengah kecemasan akan pandemi Covid-19 yang angkanya belum melandai. Penerapan protokol kesehatan (prokes) secara ketat dalam setiap kegiatan menjadi suatu keniscayaan.
Dalam dua debat sebelumnya, pihak penyelenggara (KPU Samarinda) telah menerapkan prokes dengan baik. Jumlah undangan dibatasi, kewajiban menggunakan alat pelindung diri (APD), pengecekan suhu tubuh, serta penggunaan disinfektan ketika memasuki ruangan.
Dalam kaitan itu, kita hendak mengusulkan, kiranya KPU Samarinda bisa mengevaluasi penggunaan masker oleh kandidat, teristimewa saat berbicara. Dalam dua debat sebelumnya, ekspresi emosional wajah kandidat tidak nampak akibat selubung masker.
Sebagai bentuk komunikasi non-verbal, intensi dan ekspresi wajah dari seorang komunikator (kandidat) dapat menjadi salah satu variabel penting bagi komunikan (warga/pemilih) dalam memaknai isi pesan yang disampaikan. Sebuah senyuman atau ekspresi bersut saja sudah cukup memberikan informasi bagi khalayak.
Penyelenggara dapat mempertimbangkan penggunaan APD berupa face shield, sehingga memungkinkan pemirsa untuk juga menangkap komunikasi non-verbal dari para kandidat. Selain itu, mengalih masker menjadi face shield juga bakal memaksimalkan ekspresi vocal dari kandidat. Suara sejati (find true voice) akan dapat diekspresikan tanpa hambatan akibat penggunaan masker.
Sekiranya penggunaan face shield pun tidak memungkinkan secara teknis (misalnya faktor lighting yang membuat silau), maka barangkali bisa dipertimbangkan untuk membolehkan kandidat sejenak melepas masker khusus (dan hanya) pada saat berbicara.