Oleh : Imran Duse
Jika tak ada aral, perhelatan debat publik kandidat pilkada Kota Samarinda putaran ketiga akan dilaksanakan 2 Desember 2020 mendatang. Berbeda dengan dua debat sebelumnya, dalam tahap ketiga ini pasangan kandidat akan tampil secara bersama-berpasangan.
Di tengah pembatasan kegiatan kampanye pilkada akibat pandemi Covid-19, debat kandidat yang disiarkan secara langsung menjadi penting. Melalui pelaksanaan debat publik, masyarakat diharapkan memperoleh referensi yang kuat atas visi-misi serta gagasan pokok para kandidat.
Dari situ, warga kota Samarinda (dengan DPT 576.981) kiranya memiliki reasoning ketika dengan sukaria dan sukarela mendatangi satu di antara 1.962 TPS yang disediakan penyelenggara pada pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang.
Tulisan singkat berikut bermaksud urun rembug seputar pelaksanaan debat publik putaran ketiga ini. Setelah menyimak dua debat sebelumnya, tulisan ini akan mengusulkan dua hal: terkait materi debat dan aspek teknis penyelenggaraan debat.
Tema KIP
Dalam pelaksanaan debat pertama dan kedua, telah dibahas sejumlah tema yang cukup aktual. Acara yang disiarkan secara live streaming itu juga mendapat respon dan perhatian khalayak. Para kandidat pun telah memaparkan visi-misi serta sejumlah program unggulan dengan baik.
Namun ada satu tema penting yang nampaknya belum tersentuh dalam dua debat sebelumnya. Tema tersebut menyangkut keterbukaan informasi publik, yang dalam hemat kita punya urgensi untuk dielaborasi lebih jauh oleh para kandidat.
Kita berharap tema ini dapat menjadi salah satu topik bahasan dalam debat putaran ketiga. Dengan cara itu, publik dapat mengkonfirmasi sejauh mana komitmen para kandidat terhadap isu keterbukaan informasi publik (selanjutnya disingkat KIP).
Sebagaimana diketahui, dewasa ini rezim pengaturan informasi publik di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Kerangka dan paradigmanya (terutama dalam satu dekade terakhir) sungguh jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Berpunca dari amandemen ke-2 UUD 1945, di mana terdapat penambahan hak atas informasi yang secara eksplisit disebut dalam Pasal 28F. Ini pertanda pengakuan negara terhadap hak atas informasi sebagai hak asasi dan sekaligus hak konstitusional warga negara.
Pengakuan ini menjadi landasan merumuskannya ke tingkat operasional. Maka lahirlah UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP yang mengatur bukan hanya soal dimensi hak atas informasi, melainkan juga hak atas akses terhadap informasi dimaksud.