Tertibkan Fintech dengan Regulasi

- Kamis, 19 November 2020 | 17:13 WIB
Saat ini ada 84 penyelenggara IKD yang tercatat secara resmi. Perinciannya, 74 konvensional dan 10 syariah.
Saat ini ada 84 penyelenggara IKD yang tercatat secara resmi. Perinciannya, 74 konvensional dan 10 syariah.

JAKARTA– Kecanggihan teknologi membuat lembaga jasa keuangan berlomba-lomba menyuguhkan layanan digital. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengakui bahwa inovasi keuangan digital (IKD) sangat berkontribusi terhadap transaksi sektor jasa keuangan.

Saat ini ada 84 penyelenggara IKD yang tercatat secara resmi. Perinciannya, 74 konvensional dan 10 syariah. ”Kontribusi transaksi inovasi keuangan digital sejak September 2018 sebesar Rp 9,87 triliun,” kata Wimboh dalam diskusi virtual (18/11).

Selain itu, OJK mencatat 157 fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sudah Rp 128,7 triliun kredit yang disalurkan kepada 29 juta orang peminjam.

Meski demikian, fintech tetap membutuhkan pengawasan yang prudent (hati-hati) dan rigid. Wimboh menyatakan bahwa pihaknya hampir setiap hari menerima aduan dari masyarakat yang bermasalah dengan fintech. Baik entitas itu legal maupun ilegal.

Menurut dia, peran asosiasi fintech selaku self regulatory organization (SRO) untuk mengurus anggotanya merupakan kunci. Khususnya, untuk mengatasi fintech yang ilegal. Harus ada pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku pasar (market conduct).

”Menegakkan code of conduct melalui sanksi dan law enforcement kepada anggota yang melanggar,” tegas Wimboh.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendorong pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU perlindungan data pribadi (PDP). Itu terkait potensi risiko penyalahgunaan data pribadi dalam industri fintech. Menurut dia, jaminan perlindungan data pribadi merupakan sangat krusial dalam transaksi digital.

”Data pribadi kita dikelola oleh siapa dan disimpan di mana itu menjadi suatu hal yang harus kita waspadai, ironisnya kita belum punya undang-undang yang melindungi data pribadi,” beber Tulus.

Menurut dia, masyarakat juga banyak yang tidak membaca syarat dan ketentuan sebelum bertransaksi digital dengan fintech. ”Kalau tidak ada masalah oke saja, tapi kalau ada masalah ternyata syaratnya memang begitu,” ungkapnya.

Karena itu, Tulus meminta OJK mengkaji standarisasi transaksi fintech. Pasalnya, ada fintech yang sengaja mencantumkan ketentuan yang merugikan konsumen. Itu bertentangan dengan UU nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen maupun produk hukum lainnya. (han/c13/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X