Tak Lelah Menentang Korporasi yang Hendak Mengeruk di Hulu

- Rabu, 18 November 2020 | 18:06 WIB

Dari hulu Teluk Adang, sebuah desa berusaha menjaga alamnya. Penduduknya berulang kali melawan korporasi yang ingin masuk ke desa. Sebab, ada 1.600 hektare yang harus dijaga. Alasannya, hidup seimbang dengan alam, diyakini jadi kunci bahagia.

 

NOFIYATUL CHALIMAH, Paser

 

MENJAGA hutan, diyakini juga menjaga kehidupan. Paham ini membuat desa tersebut jadi bagian 161 desa di Kaltim yang dipilih untuk program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund. Sebuah program pemberian insentif terhadap desa yang berkontribusi menekan gas emisi dari Bank Dunia. Dalam program ini, Kaltim jadi provinsi pertama di Indonesia yang ditunjuk. Desa ini bernama Desa Modang. Letaknya, di Kecamatan Kuaro, Paser.

Desa ini menyimpan potensi wisata air terjun yang tak cuma menyajikan keindahan. Tetapi juga sensasi petualangan dan air segar. Mayoritas warga desa ini hidup dari berkebun. Mulai dari kebun sawit, kebun buah dan sayur, hingga jadi pekerja perusahaan.

Kepala Desa Modang Syahruddin mengatakan, desa ini punya luas lahan hingga 10 ribu hektare. Mayoritas merupakan kawasan yang tertutup vegetasi. Sedangkan, ada sekitar 1,6 ribu hektare di antaranya merupakan kawasan berhutan yang akan dilindungi.

Perinciannya adalah, 1.067 hektare hutan taman keanekaragaman hayati atau taman kehati yang sudah di-SK-kan bupati Paser. Lalu, ada 600 hektare lainnya merupakan hutan desa yang saat ini masih dalam proses permohonan menjadi hutan adat atau hutan desa. Sekitar 1,6 ribu hektare yang masih asli belum digarap. Makanya mereka mencoba melindungi. "Dengan komitmen bersama pemangku kepentingan desa," ujar dia ditemui pekan lalu.

Melindungi hutan desa, artinya melindungi aneka flora dan fauna di dalamnya. Termasuk keindahan alam yang diberikan pada desa ini. Di hutan desa ini, ada bekantan dan enggang yang merupakan salah satu satwa yang dilindungi negara. Di sisi lain ada penampakan indah, yaitu rangkaian air terjun yang bisa jadi potensi wisata desa ini. Nama kawasan air terjun ini adalah Doyam Seriam. Dari pinggir jalan seberang kantor Desa Modang, harus masuk sekitar 12 kilometer. Untuk menuju air terjun ini, pengunjung harus mengendarai mobil double gardan.

Sebab, jalan yang belum mulus dan harus melintasi sungai. Namun, ini jadi sensasi tersendiri. Air terjun inilah yang benar-benar dipertahankan masyarakat desa. Daripada mengeruk bumi Desa Modang, lebih baik bersama dengan alam mengembangkan wisata air terjun. "Maka dari itu, kami mau mengembangkan pariwisata di sini, yaitu air terjun Doyam Seriam," jelasnya. Syahruddin dan temannya sejak kecil yang juga menjadi penjaga hutan, yaitu Erawan, berkali-kali harus berusaha menentang korporasi yang hendak mengeruk tambang di hulu air terjun. Erawan yang akrab disapa Iwan itu pun mengisahkan, strategi investor itu mencari orang yang berpengaruh di desa.

"Kita didukung tata ruang juga makanya bisa jaga," kisah Iwan. Mereka pun berhasil menggagalkan pertambangan nikel, batu bara, dan dua perkebunan sawit yang hendak masuk sejak 2007 lalu. Perjuangan mereka terbilang berat. Karena terkadang perusahaan sudah mendapat rekomendasi dari pejabat tinggi daerah. Meski begitu, mereka tak kehabisan akal dengan menggagalkan izin analisis mengenai dampak lingkungan. Sehingga perusahaan tersebut urung mengeruk di hulu air terjun. "Di hilir sudah ada yang masuk tapi sudah telanjur. Terpenting di hulu ini yang tak boleh masuk. Kalau hulu dirusak, ya rusak semua," kata Iwan yang juga aktivis lingkungan Desa Modang itu.

Dia mengisahkan, desa yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Paser ini, warganya sudah bisa hidup dengan bertani. Dahulu, warga menanam rotan, karet, dan pinang. Kemudian di tahun 1983 sawit masuk. Hingga booming sawit pada dekade 90-an, masyarakat langsung berganti cocok tanam dengan sawit. Saat ini, mereka ingin mengembangkan pariwisata. Utamanya yang ingin diperbaiki adalah akses ke air terjun. Keindahan air terjun, diyakini bisa membawa turis masuk. Sehingga berakibat positif pada ekonomi masyarakat.

Konsultan program pengurangan emisi berbayar Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund Reonaldus menuturkan, upaya yang dilakukan masyarakat menjaga hutan, nantinya tak hanya diganjar insentif dari Bank Dunia. "Tetapi hal lain, seperti sumber mata air," kata dia. Lelaki yang akrab disapa Reo ini melanjutkan, nantinya, Desa Modang akan jadi bagian dari desa yang diminta persetujuannya untuk terlibat dalam program FCPF-CF. Jika setuju, mereka akan dimasukkan dalam program dan insentif akan dibayarkan selama tiga tahun.

"Insentif tersebut akan langsung masuk ke kas desa," kata dia. Dengan begitu, diharapkan insentif yang nantinya diberikan, bisa dipakai untuk keperluan pengembangan dan pembangunan desa. (riz/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X