Sebagian anak ceria bermain dan belajar, sebagian lainnya seperti bertanya kenapa mereka ada di posko-posko pengungsian. Popok sampai toilet juga jadi kendala.
ILHAM WANCOKO, Magelang-Boyolali, Jawa Pos
SEMBARI menyuapi anaknya, Ramini nyeletuk, ’’Anakku ini gabungan presiden dan putranya, lho.” Yasri yang berjalan di belakangnya dan juga tengah menyuapi sang buah hati langsung tergelak.
Pada Senin pagi itu (16/11), di gendongan Ramini memang ada Gibran Widodo, buyungnya yang baru berusia 2 tahun. Presiden Joko Widodo, seperti jamak diketahui, punya putra bernama Gibran Rakabuming Raka.
Ibu muda tersebut menyuapi anaknya sambil melangkah menuju biliknya di Posko Pengungsian Merapi, Deyangan, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Yasri yang menggendong Satria, anak lelakinya yang lima bulan lebih tua daripada Gibran, menyusul di belakangnya.
Ada 26 bayi dan 18 anak dari total 117 pengungsi di posko tersebut. Jumlah yang banyak, di tengah suasana pengungsian yang serba terbatas dan darurat, sudah pasti menuntut perhatian khusus.
Yasri mengenang bagaimana di tiga malam pertama sejak mereka tiba di Deyangan pada 9 November lalu seperti ada ’’konser” para bayi. Tiap malam mereka kompak menangis, untuk waktu yang tidak sebentar. Dan tentu saja tidak bisa ditanya apa penyebabnya.
”Saya sih menduga karena udara yang panas dan pengap, belum ada kipas angin blower,” ujarnya.
Yang mengungsi di Deyangan memang warga Krincing, desa tertinggi di lereng Gunung Merapi, yang tentu terbiasa dengan udara dingin dan sejuk. Deyangan sejatinya tidak sepanas itu, tapi tentu juga tidak sedingin Krincing.
Dan, perubahan itu sepertinya dirasakan benar oleh para bayi.
Ramini menimpali, memang saat itu panas. Anaknya juga menangis. ”Mungkin karena masih adaptasi ya,” ujarnya.