Hari ini (12/11) merupakan Hari Kesehatan Nasional (HKN). Adanya pandemi Covid-19 seolah membuka bagaimana kondisi tata laksana kesehatan di Indonesia.
TENAGA kesehatan jadi tumbal ganasnya virus asal Wuhan, Tiongkok, itu. Penelitian vaksin dan obat yang begitu panjang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Indonesia tengah mengembangkan vaksin Covid-19 yang diberi nama Merah Putih. Eijkman selaku peneliti vaksin itu menyatakan pada 2022 vaksin itu akan siap. Sementara negara lain sudah banyak yang melakukan penelitian tahap 3. Salah satunya vaksin Pfizer yang digadang-gadang efektif mengatasi Covid-19 hingga 90 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan inovasi sangat penting di tengah pandemi Covid-19. Semua negara berlomba melahirkan inovasi di berbagai bidang. Di Tanah Air, inovasi juga terus tumbuh, salah satunya di bidang kesehatan. “Kita akan segera menghasilkan vaksin sendiri, vaksin Merah Putih,” terangnya.
Para inovator juga berhasil menemukan karya-karya yang diperlukan bagi percepatan penanganan Covid-19. Seperti GeNose yang bisa mendeteksi virus melalui embusan napas dari mulut. Komunitas peneliti juga sedang berupaya mengembangkan obat yang efektif untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Artinya, Indonesia punya banyak talenta hebat.
Menurut Jokowi, yang tidak kalah penting adalah ekosistem yang kondusif untuk mendukung munculnya inovasi. Harus ada fasilitasi terus-menerus untuk kerja sama antar-stakeholder, antara inovator dan industri, serta antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga karya para inovator tidak hanya menjadi prototipe, namun bisa diproduksi massal.
Bila karya inovator diproduksi massal, akan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Juga, memiliki nilai tambah bagi perekonomian dan mampu menciptakan lapangan kerja baru. “Indonesia memerlukan lebih banyak lagi inovator di berbagai sektor yang diperlukan masyarakat,” tambahnya.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof Sri Rezeki Hadinegoro menyatakan imunisasi merupakan satu standar kesejahteraan suatu negara. Dia menyatakan jika satu negara memiliki persediaan air bersih dan cakupan imunisasinya baik, 70 persen masalah kesehatan bisa teratasi.
Vaksin Covid-19 merupakan suatu upaya yang harus dilakukan. Dia menyatakan kadang yang menjadi ketakutan adalah kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). “Tapi tidak takut dengan penyakitnya,” tuturnya.
Dia mencontohkan penyakit polio. “Imunisasi polio tetes itu murah. Namun, kalau tidak diberi, bisa jadi terkena polio dan biaya lebih besar,” ungkapnya. Jika sudah telanjur sakit, biaya akan lebih mahal dan produktivitas menurun.
Ketua Tim Riset Uji Klinik Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran Prof Kusnandi Rusmil mengomentari adanya fenomena antibody dependent enhancement (ADE) yang sempat muncul mengiringi pemberitaan vaksin Covid-19 di tengah proses uji coba.
Kusnandi menjelaskan fenomena ADE yang diketahui sampai saat ini hanya timbul pada vaksin demam berdarah. Sebab, vaksin itu memiliki empat antigen di dalamnya. “Itu tidak terjadi pada Covid-18 yang memiliki satu antigen,” katanya.
Dikatakan penelitian mengenai kemungkinan timbulnya ADE pada vaksin Covid-19, sebelumnya sudah dilakukan pada uji klinik fase pertama dan kedua. Tetapi ternyata di dalam uji klinik kedua fase tersebut, fenomena ADE tidak muncul.