SAMARINDA–Korupsi penyalahgunaan hibah di National Paralympic Comittee (NPC) Kaltim pada 2013, menyeret banyak tersangka. Selain dua pengurus lembaga atlet disabilitas tersebut, Ardiansyah dan Taufiq Susanto.
Perkara yang merugikan Kaltim sebesar Rp 18 miliar itu turut menyeret tujuh panitia pengadaan. Mereka adalah Sunar, Alwi Gasim, Gumantoro, Felix Andi Wijaya, M Imam, Mushadillah, dan Arum Kusumawati.
Persidangan terpisah membuat jalannya perkara berakhir pada waktu yang beragam. Sunar, Alwi Gasim, dan Gumantoro divonis 26 Oktober lalu, dengan vonis yang berbeda dari majelis hakim yang dipimpin Lucius Sunarto bersama Rustam dan Ukar Priyambodo. Sunar dan Gumantoro divonis setahun pidana penjara, sementara Alwi Gasim dinyatakan bebas dari dakwaan.
Empat terdakwa lain divonis majelis hakim yang berbeda, yakni Parmatoni bersama Abdul Rahman Karim, dan Arwin Kusmanta pada 6 November dengan putusan yang serupa dua rekannya yang lebih dulu diadili. Setahun pidana penjara.
Kendati vonisnya seragam, terdapat amar yang berbeda yang muncul dari kedua majelis hakim tersebut. Khususnya di perkara yang ditangani majelis yang dipimpin Parmatoni. “Ada amar yang mengubah penahanan para terdakwa,” ucap Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samarinda Johannes Siregar yang ditemui harian ini, (10/11).
Bunyi amar itu adalah, mengubah status tahanan kota para terdakwa menjadi tahanan rutan. Sejak perkara digulirkan ke Pengadilan Tipikor Samarinda, status tujuh terdakwa menjadi tahanan kota. Berbekal putusan itu, lanjut Johan, kejari langsung menahan keempat terdakwa ke Rutan Klas IIA Sempaja kemarin. “Sudah kami antar ke rutan tadi. Intinya kami jalankan putusan yang ada karena bunyinya seperti itu,” jelasnya.
Dari kasus itu, keenam terdakwa yang divonis setahun pidana penjara memang tengah mengajukan banding. Sementara untuk vonis bebas Alwi Gasim, para beskal yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (ryu/dra/k8)