Penulis:
M Ridhuan
Oktavia Megaria
Pemerintah Indonesia sempat melarang ekspor kepiting dan kepiting bertelur ke luar negeri. Membuat banyak pengusaha dan nelayan pada medio 2016–2019 harus berurusan dengan pihak berwajib.
PENGUSAHA dijegal Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56/2016 tentang larangan penangkapan atau pengeluaran lobster (Panulirus Spp), kepiting (Scylla Spp), dan rajungan (Portunus Spp) dari Indonesia. Yang kala itu dipimpin Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dijabat Susi Pudjiastuti.
Dalam Pasal 3 Permen KP 56/2016 mengatur larangan. Penangkapan dan penjualan kepiting dan kepiting bertelur pada periode yang telah ditentukan. Salah satu syarat penangkapan yang paling memberatkan adalah ukuran karapas kepiting tak boleh kurang dari 15 sentimeter. Lalu berat kepiting tak boleh kurang dari 200 gram.
“Saat itu kebijakan ini adalah bentuk perlindungan terhadap komoditas kepiting di Indonesia,” kata Inspektur Mutu Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Balikpapan, Kadson Batubara, Rabu (28/10).
Namun, aturan itu kemudian diubah saat Edhy Prabowo menjabat menteri KKP di Kabinet Indonesia Maju era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Setelah sempat dilarang, pada April lalu, Edhy mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor B-205/MEN-KP/IV/2020 tentang Pengeluaran Kepiting Bertelur dari Indonesia.
Berlaku hingga tiga bulan, nelayan dan pengusaha disilakan mengekspor ketam bertelur. “Lalu keluar Permen KP Nomor 12/2020 pada Mei lalu yang menggantikan Permen 56/2016,” tutur Kadson.
Di dalam Permen KP Nomor 12/2020 di Pasal 7, Edhy mengubah syarat penangkapan dan ekspor ketam. Dari sebelumnya minimal ukuran karapas 15 sentimeter, menjadi 12 sentimeter. Berat kepiting minimal 150 gram.
Dan yang paling membuat banyak nelayan dan pengusaha lega adalah larangan penangkapan kepiting bertelur yakni tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada abdomen luar. “Artinya kalau dulu semua kepiting ketika kami cek dengan membuka perut tampak telurnya dilarang, sekarang boleh,” ungkap Kadson.