SAMARINDA – Upaya menekan polusi plastik sudah ditempuh sejak diberlakukannya Perwali 1/2019 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Kendati begitu, beleid ini tak berlaku untuk bahan sekali pakai berjenis plastik lainnya, seperti gelas, sedotan, atau tempat makan.
“Karena yang lain masih punya nilai ekonomis di masyarakat. Hanya kantong plastik yang rendah nilai ekonominya,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda Nurrahmani, (30/10).
Dari total 610 ton sampah per harinya yang dikelola DLH di dua tempat pembuangan akhir (TPA), 18 persen merupakan sampah plastik. Pemberdayaan bank sampah jadi opsi untuk menekan peredaran, selain menyosialisasikan edaran untuk mengurangi penggunaan barang berbahan plastik.
Apalagi selama pagebluk, petugas kebersihan DLH tak memilah maksimal sampah yang diangkut untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Dengan begitu, residu yang diangkat ajek langsung ditumpuk di TPA yang ada.
Kompleks Citra Niaga jadi salah satu lokasi yang hendak disasar untuk dibentuk adanya bank sampah. Berkolaborasi dengan para pemilik kedai di kawasan yang dulunya eksis sebagai Taman Hiburan Gelora (THG) itu. “Selain mudah pengolahan sampahnya, ada profit juga dari pemilahan sampah itu untuk mereka sendiri,” sambungnya.
Semula, opsi pembentukan bank sampah di kawasan Citra Niaga itu digulirkan awal September. Namun, lanjut Yama, begitu dia disapa, langkah itu terantuk dengan penghentian sementara operasional di destinasi tersebut beberapa waktu lalu dan belum juga meredanya pandemi. “Jadi, perlu dikaji ulang. Karena masih pandemi, agak sukar untuk menentukan kapan,” jelasnya. (ryu/kri/k16)