Pencemaran Terus Berulang karena Tak Ada Sanksi Tegas

- Sabtu, 31 Oktober 2020 | 12:59 WIB

Selain kompensasi, pihak-pihak yang sengaja membuang limbah minyak ke laut lalu menutupi kejadian dianggap pantas untuk dibekukan izin operasinya.

 

 

BALIKPAPAN–Tumpahan minyak di pesisir Balikpapan terus terjadi dalam tiga tahun terakhir. Aparat dan pemerintah diminta tegas mengusut, sehingga pencemaran tidak terulang dan dianggap menjadi hal biasa suatu saat nanti.

Dosen Geologi dan Perminyakan STT Migas Balikpapan, Kukuh Jalu Waskita mengungkapkan, secara geografis, posisi Teluk Balikpapan memang sangat rentan dengan pencemaran limbah. Khususnya tumpahan minyak. Disebabkan lalu lintas kapal menuju Kawasan Industri Kariangau (KIK) maupun yang lepas jangkar di Teluk Balikpapan, aktivitas pelabuhan kapal, pengeboran di lepas pantai Selat Makassar, pengolahan minyak dan industri rumah tangga.

“Jadi, sangat perlu pemberian edukasi dan komitmen kepada semua pihak yang terkait untuk bisa melakukan zero spill operation dan pemberian sanksi ketat pada pihak yang lalai, termasuk kompensasinya,” katanya kepada Kaltim Post, Jumat (30/10). Mengenai rencana pemasangan 16 titik kamera pengawas (CCTV) yang diwacanakan DLH Balikpapan, menurut Kukuh, tentunya sangat membantu.

Terutama dalam menentukan pihak yang lalai. Akan tetapi, yang diinginkan adalah kejadian tumpahan minyak tidak terjadi sama sekali. “Jadi, edukasi dan sanksi harapannya lebih bisa berjalan optimal,” harap alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini. Dia melanjutkan, edukasi tersebut termasuk di dalamnya bagaimana standar operasional prosedur (SOP) ketika tumpahan minyak terjadi.

Seperti in situ burning (pembakaran minyak pada permukaan air), penggunaan sorbent (spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak), bahan kimia seperti dispersant (pengurai minyak), dan pengembangan dengan teknik bioremediasi. Yang harus sudah dimiliki tiap-tiap perusahaan. “Saya yakin untuk perusahaan KKKS Migas yang beroperasi di offshore Selat Makassar dan Pertamina RU V, sudah memiliki SOP dengan sistem yang ketat dan komitmen untuk menjalankan zero spill ini,” ujar Kukuh.

Hanya, ketika tumpahan yang terjadi akibat adanya kecelakaan kapal atau bocornya pipa distribusi minyak, harus segera cepat diatasi. Sebab, memang posisi Teluk Balikpapan yang juga berbatasan dengan Selat Makassar, membuat pasang surut sangat cepat dan membawa tumpahan minyak ke sepanjang pesisir Balikpapan. Sehingga ketika ada pihak yang sengaja menyembunyikan kejadian tumpahan minyak, memang agak susah diketahui. Apalagi waktu dari kejadian sudah lebih dari 15 jam.

“Karena posisi pasang dan surut maksimumnya sudah terjadi. Minyak akan menyebar tipis di sepanjang pesisir Balikpapan,” terang magister University of The Philippines At Quezon City itu. Lanjut dia, ketika terjadi tumpahan minyak dan pihak yang lalai tidak melaporkan, akan sangat sulit teridentifikasi. Untuk itu, dirinya sangat mengharapkan proses edukasi dan sanksi yang benar-benar dapat diterapkan dengan optimal. Sanksinya, tidak hanya kompensasi.

Tetapi bisa pula penutupan izin usaha jika pihak yang bersangkutan sengaja menutupi kejadian tumpahan minyaknya. “Makanya, pesisir Balikpapan ini sangat luas sekali. Enam belas titik pemasangan CCTV itu baik sekali. Namun, menurut saya, itu masih kurang. Selain jumlahnya, juga harus dibarengi dengan edukasi dan sanksi tegas,” ucapnya.

Sementara itu, Pengamat Lingkungan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Bernaulus Saragih menuturkan, persoalannya pencemaran pesisir Balikpapan yang terus berulang memang terletak pada penegakan hukum.

Walaupun ada kamera pengawas yang dipasang, tidak dibarengi dengan proses hukum bagi pihak yang mencemarkan lingkungan, kejadian serupa akan terus terjadi. “Yang penting harus ada efek jera bagi pencemar melalui penegakan hukum,” ungkapnya. Menurut dosen Fakultas Kehutanan Unmul ini, kendala dalam mengidentifikasi pihak yang mencemarkan pesisir Balikpapan terletak pada pembuktiannya. Di mana bisa dibuktikan jika ada upaya hukum yang serius.

Menurutnya, pemerintah pusat juga bisa ambil bagian dalam membantu pemerintah daerah untuk memproses hukum perusahaan multinasional atau nasional yang membuang limbah ke laut. “Apalagi dengan kewenangan (pemerintah daerah) yang semakin terpangkas. Itu sisi lain dari pelemahan proses hukum oleh daerah dan perangkat daerah,” tutup Bernaulus.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X