Pembahasan masalah kesemrawutan Jalan Otto Iskandardinata (Otista) telah dilakukan sejak Februari lalu. Hasilnya juga telah disimpulkan. Namun, hasil-hasil rapat hanya tertuang di kertas, belum ada realisasi.
SAMARINDA – Masyarakat Kota Tepian tentu sudah tidak asing dengan Gunung Manggah. Tanjakan curam dengan badan jalan yang menyempit. Setiap pagi dan sore dihiasi dengan kemacetan. Bahkan jalur tersebut dikenal daerah rawan kecelakaan.
Sejatinya, pembahasan usaha untuk mengubah wajah Jalan Otista sudah pernah dilakukan Februari. Dibahas bersama antara dewan, perwakilan Pemkot Samarinda, dan masyarakat yang bermukim di daerah sekitar. Pembahasan itu setelah empat pengendara meregang nyawa akibat kecelakaan. Bahkan jauh hari sebelumnya, beberapa wacana mengubah kawasan itu sempat muncul.
Sayang, hasil pembahasan sekadar rencana semata. Hingga kini, wajah Jalan Otista belum berubah. Macet dan rawan kecelakaan sering terjadi.
Hasil hearing yang melibatkan Pemkot Samarinda, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, pihak legislatif, dan masyarakat hanya sebatas kata-kata. Skema jangka pendek, yakni rencana pelebaran jalan hingga kini tak pernah ada kejelasan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Samarinda Hero Mardanus menuturkan, belum mengetahui secara pasti sejauh mana rencana pelebaran jalan. Dirinya juga belum mengetahui secara detail rencana pelebaran jalan sudah masuk perencanaan pembangunan tahun ini.
Sementara itu, kendaraan besar dengan dimensi lebar 2,1 meter masih saja melintas. Tentunya membuat pengendara lain menjadi waswas. Padahal, Jalan Otista tidak dapat dilewati kendaraan berat.
Dikonfirmasi terpisah soal hasil hearing yang tidak berjalan, Sekretaris Kota (Sekkot) Sugeng Chairuddin mengatakan, kesimpulan hearing saat itu seharusnya dijalankan OPD yang membidangi.
"Setelah hearing itu kan ada kesimpulan rapat, harusnya semua OPD yang ada berjalan. Mereka harusnya proaktif," beber Sugeng. Lantaran belum ada perkembangan, Sugeng berencana akan memanggil OPD terkait kembali. Mempertanyakan sejauh mana hasil hearing dijalankan. "Ya nanti saya akan panggil lagi itu OPD yang membidangi dan terkait masalah di sana," tuturnya.
Sugeng menyebut, pelebaran jalan diambil sebagai rencana alternatif. Besarnya biaya untuk membuat jalan lain membuat pelebaran jalan menjadi salah satu cara lain. "Sebenarnya kan mau buat jalan tembusan yang ke arah pelelangan ikan. Tapi kan agak sulit. Karena pembiayaan tinggi. Soal pelebaran jalan itu, kalau PUPR belum berencana mengeksekusi, ya berarti belum," imbuhnya. Ia menyebut, mengubah Jalan Otista adalah permasalahan rumit. Seluruh pihak harus ikut andil untuk dapat mengubahnya. Baik pemerintah, pengusaha maupun masyarakat.
"Kalau perbaikan dilakukan tidak langsung mengubah masyarakat dekat jalan. Warga juga harus safety. Pengusaha juga harus taat aturan, dan siapkan kendaraan prima. Sopirnya juga nggak boleh ugal-ugalan. Kalau enggak, ya begitu-begitu saja," terangnya. Selain itu, lanjut Sugeng, pedagang kayu di sisi kanan-kiri jalan rupanya kembali merapat ke badan jalan. Padahal sebelumnya sudah ditertibkan Satpol PP. "Setiap saat (diingatkan). Nanti diingatkan lagi," kuncinya. (*/dad/dra/k16)