Namun, upaya pengurangan jejak karbon tidak hanya berhenti di situ. Penggunaan lebih banyak material daur ulang (upcycling) untuk produk terbaru harus ditingkatkan. Ini juga akan memacu percepatan circular economy pada masa mendatang.
Di samping itu, efisiensi penggunaan energi pada tahap produksi lebih menggunakan energi terbarukan harus diakselerasi. Tidak hanya pada proses produksi, proses distribusi produk, penggunaan kendaraan dengan energi terbarukan harus diutamakan ketimbang menggunakan kendaraan berbahan bakar fossil.
PENGURANGAN DARI HULU
Di samping langkah progresif yang dilakukan oleh produsen, upaya pengurangan jejak karbon dapat bermula di hulu, dari kebiasaan-kebiasaan aktivitas manusia dalam keseharian.
Sebagai contoh, kebiasaan memulai untuk berkebun dari rumah membuat rantai produksi bahan makanan dan distribusi begitu dekat, sehingga potensi emisi yang dipakai kendaraan untuk berbelanja dapat diminimalkan. Dari aktivitas berkebun, kebiasaan untuk memasak–walaupun tetap menggunakan bahan bakar tak terbarukan–kemudian muncul pula. Dari kedua aktivitas ini, residu atau sampah makanan yang dihasilkan akan banyak organik dan mudah terurai oleh alam. Langkah ini jelas mengurangi potensi sampah anorganik dari kemasan plastik atau anorganik.
Upaya pengurangan jejak karbon juga mengisyaratkan pentingnya mendahulukan hal yang penting (primer) dalam pemenuhan kebutuhan dan menegasikan kebutuhan tersier. Bila tidak terlalu penting, mengganti smartphone untuk mengikuti tren terbaru dapat ditunda dan cukup menggunakan gawai yang lama, begitu pula dengan kebiasaan membeli fashion teranyar. Ini sejalan dengan gaya hidup minimalis yang mulai marak belakangan ini.