BPOM Pastikan Belum Ada Vaksin yang Memperoleh Ijin Edar

- Jumat, 30 Oktober 2020 | 10:12 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Vaksin menjadi salah satu harapan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) memastikan bahwa pihaknya akan betul-betul memelototi pembuatan hingga penyuntikan vaksin Covid-19 ini.

Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor  dan Zat Adiktif BPOM Togi J Hutadjulu menyatakan bahwa ada banyak kandidat vaksin Covid-19 yang sedang diteliti di seluruh dunia. Yang masuk uji klinik sudah 44 kandidat. “154 kandidat vaksi Covid-19 baru memasuki uji preklinik,” katanya (28/10).

Beberapa sudah memasuki uji klini fase 3. Dia mencontohkan vaksin dari Sinovac, Sinopharm, dan AstraZeneca. ”Sampai saat ini (kemarin, Red) belum ada yang memperolah ijin edar,” tutur Togi. Dia menegaskan bahwa kandidat vaksin masih dalam uji klinik.

Menurutnya perlu kehati-hatian dalam vaksinasi Covid-19.  Sesuai dengan tugas dan fungsi BPOM, Togi mengatakan, pengawalan vaksin dilakukan dengan mengedepankan kesehatan masyarakat. 

”BPOM mempunyai standar uji klinik,” ungkapnya.  Togi mencontohkan, vaksin yang beredar di Indonesia harus memenuhi standar proses pembuatan vaksin. BPOM tak sembarangan dalam memberikan ijin.

Terkait dengan kondisi pandemi, maka syarat yang ditetapkan adalah emergency use of authorization (EUA). BPOM bisa mengeluarkan ijin dengan cepat sesuai EUA. Namun syaratnya vaksin harus melalui evaluasi uji klinis. Kasiat dan keamanannya pun harus teruji. ”Jumlaj subjek dan periode pemantauan (saat uji klinik) juga diperhatikan,” ungkapnya.

Dia menegaskan bahwa dalam pandemi ini, BPOM juga merujuk pada organisasi kesehatan dunia. Tak hanya WHO, BPOM juga belajar dari US FDA dan EMA.  Menurutnya dengan cara ini, dalam rangka evaluasi dan persetujuan dilakukan sangat ketat. Dia juga menegaskan bahwa dalam memberikan ijin tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

BPOM tak hanya menunggu penelitian dari dalam negeri. Untuk vaksin-vaksin yang dilakukan uji klinis tahap 3 di Indonesia dan beberapa negara lain, laporannya juga BPOM pelajari. ”Data diperoleh dari Indonesia maupun negara lain. Data ini ini menjadi tambahan dan pendukung dalam evaluasi,” uapnya.

Industri farmasi yang sudah diberi ijin dengan EUA harus bertanggungjawab. Merka harus memastikan bahan baku sampai penggunaan vaksin ke pasien. Sejauh ini BPOM juga telah melakukan inspeksi ke perusahaan farmasi yang nantinya memproduksi vaksin Covid-19. Tahap lainnya, BPOM akan melakukan pengujian pada setiap batch vaksin di laboratoriumnya untuk memastikan keamanan vaksin.

Saat vaksin akan didistribusikan, BPOM pun turut mengawasi. Salah satunya memastikan bahwa penyimpanan vaksin harus berada dalam suhu 2 hingga 8 derajat celcius. ”Vaksin yang disimpan tidak pada suhu yang disyaratkan akan rusak,” katanya. Setelah diberikan ke masyrakat, efek sampingnya pun diawasi oleh BPOM. ”Naskes dapat memantau dan melalporkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dialami masyarakay,” imbuhnya.

Jika banyak laporan negatif, maka BPOM akan membahas dengan ahli.Dia menegaskan bahwa dalam pembuatan vaksin tidak boleh risiko lebih besar daripada manfaat. Jika tidak diperbaiki maka ujin EUA akan dicabut. 

Pemerintah memastikan bakalan berhati-hati dalam pengembangan vaksin. Menristek dan Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, pada prinsipnya kriteria nomor 1 yang harus dipenuhi oleh sebuah vaksin adalah unsur keamanannya.

 “Dalam artian Vaksin jangan sampai menimbulkan efek samping yang bisa menggangu nyawa dari manusia itu sendiri,” jelas Bambang.  Nantinya, bibit vaksin merah putih akan diserahkan Biofarma untuk kemudian diproduksi dalam skala yang kecil untuk kepentingan uji klinis. ”Uji tahap 1 murni bicara keamanan. Belum bicara efikasi atau manjur atau tidak. Make sure dulu bahwa ini aman kalau diberikan pada manusia dalam artian tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan yang serius apalagi sampai berbahaya bagi nyawa manusia,” jelas Bambang.

Ia mencontohkan seperti Astra Zeneca yang memiliki kasus relawan penerima vaksin yang mengalami gangguan. Saat itu Astra Zeneca langsung mengedepankan kehatian-hatian dengan menyetop dulu uji klinis. “Di Amerika kasusnya gangguan syaraf neurologi. Mereka tidak mau ambil resiko. Langsung dihentikan,” jelasnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X