Jokowi Diminta Kirim Nota Protes ke Prancis

- Rabu, 28 Oktober 2020 | 16:17 WIB
Yaqut Cholil Qoumas
Yaqut Cholil Qoumas

JAKARTAs – Gelombang protes terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menghina umat Islam terus membesar. Aksi serupa terjadi di Indonesia. Ormas-ormas Islam meminta Presiden Joko Widodo melayangkan nota protes terhadap Prancis. Bahkan, muncul desakan agar Indonesia memutus hubungan diplomatik dan bisnis dengan Prancis.

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, jika benar Macron menghina Islam, pihaknya berharap Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi negeri ini menyampaikan nota protes kepada Prancis. ’’Atau minimal statemen yang menyampaikan bahwa Islam tidak seperti yang dikatakan Macron,’’ terang Yaqut.

Menurut Yaqut, Presiden Jokowi mungkin perlu mengundang Macron datang ke Indonesia agar bisa menyaksikan sendiri bagaimana Islam yang toleran dan anti kekerasan, apalagi teror. Islam bukan agama kekerasan seperti yang mereka bayangkan.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis menuturkan, jika Macron tidak segera menarik ucapannya yang menyinggung umat Islam di seluruh dunia, pemerintah Indonesia dan umat Islam harus menyampaikan protes serta memutus hubungan diplomatik dan bisnis dengan Prancis.

Menurut Kiai Cholil, siapa pun yang menghina Alquran dan Nabi pasti akan berujung pada keributan. Sekarang banyak negara yang juga memprotes, bahkan memboikot produk Prancis. Misalnya, yang dilakukan Maroko, Qatar, dan Aljazair. Intinya, kata dia, semua pihak harus saling menghormati. Islam pun mengajarkan untuk menghormati pemeluk agama lain.

Menurut dia, kebebasan apa pun, termasuk dalam hal berekspresi, juga dibatasi dengan kebebasan orang lain. Tidak bisa mengatasnamakan kebebasan, lalu menghina agama lain. ’’Jadi, yang bebas itu manakala tidak menyinggung entitas dan kehormatan serta martabat orang lain,” ungkapnya.

Muhammadiyah juga mengecam keras pernyataan Macron yang menghina Islam. Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan pernyataan tersebut keluar dari seorang pemimpin negara maju dan modern. ’’Seharusnya pemimpin negara maju itu menjunjung tinggi dan menghormati simbol dan tokoh agama,” papar dia.

Guru besar sosiologi agama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung itu menuturkan, sebaiknya semua orang menghormati keyakinan sesama umat beragama serta tidak menoleransi pelecehan terhadap tokoh suci agama apa pun dan dalam kondisi apa pun.

Sebagaimana diberitakan, aksi protes di berbagai negara dipicu munculnya kartun Nabi Muhammad. Juga, komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menyudutkan Islam dan menggeneralisasi muslim. Macron membela publikasi karikatur Nabi Muhammad yang dicetak ulang oleh majalah satire Charlie Hebdo. Emosi Macron semakin tinggi saat terjadi kasus pemenggalan guru sejarah Samuel Patty yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas yang dia ajar. Tapi, komentar Macron dinilai memojokkan umat Islam di seluruh dunia. ’’Patty dibunuh karena para Islamis ingin menghancurkan masa depan kita. Saya tak akan biarkan itu dan saya tak akan menyerahkan kartun kita,’’ ungkap Macron seperti dikutip AFP. Sebelumnya, Macron juga memicu kontroversi saat mengumumkan rencana memperketat pengawasan masjid dan mewajibkan imam melalui sertifikasi.

Sementara itu, mengenai dampak langsung ancaman boikot produk Prancis di pasar, pelaku usaha di Indonesia belum bisa berkomentar. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa selama ini produk Prancis memang tidak hanya masuk ke kawasan Timur Tengah, tapi juga ke Indonesia. ”Indonesia dan Prancis memang punya hubungan perdagangan, tapi relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa lainnya seperti Italia dan Jerman,” ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Kamdani.

Dari sisi impor, data Badan Pusat Statistik mencatat sepanjang Januari–Juli 2020, nilai total impor dari Prancis ke Indonesia mencapai USD 682 juta, turun 17 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Produk yang diimpor Indonesia, antara lain, senjata dan peluru senilai USD 71,9 juta. Selain itu, pulp and waste paper senilai USD 45,9 juta. Juga ada impor mesin dan motor, termasuk suku cadang, senilai USD 436 juta.

Shinta menjelaskan bahwa sejak proses Brexit, Indonesia memang tak lagi bisa mengandalkan Inggris sebagai hub perdagangan. Pengusaha Indonesia pun mengantisipasi dengan membuka kantor perwakilan dan penguatan kerja sama dagang, termasuk dengan Prancis. ’’Beberapa pelaku usaha membuka kantor perwakilan lain di salah satu negara UE, seperti Belanda, Belgia, Prancis, Jerman, atau Spanyol,” bebernya. (lum/agf/c7/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X