Tanda Pemulihan Ekonomi Mulai Tampak

- Rabu, 28 Oktober 2020 | 16:16 WIB
Sri Mulyani
Sri Mulyani

JAKARTA- Meski dihadapkan pada tekanan seiring dampak pandemi Covid-19, namun tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terasa. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, indikasi perbaikan terlihat pada kuartal III 2020. “Perbaikan berangsur didorong oleh percepatan realisasi dari stimulus fiskal atau APBN dan perbaikan dari sisi ekspor,” ujarnya melalui video conference di Jakarta (27/10).

Pemulihan ekonomi itu juga sejalan dengan ramalan dari International Monetary Fund (IMF) yang belum lama ini mengeluarkan prediksi ekonomi terbaru terkait pertumbuhan ekonomi global mencapai 4,4 persen atau lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Ani menekankan, perbaikan itu terjadi usai kontraksi di kuartal II 2020 yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi -5,32 persen. Perekonomian dinilai mulai membaik dilihat dari berbagai indikator di antaranya yakni dari sisi konsumsi, investasi, ekspor, termasuk belanja pemerintah

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebut, perbaikan kinerja ekonomi terutama didorong oleh percepatan realisasi dari stimulus fiskal atau APBN dan perbaikan dari sisi ekspor serta belanja pemerintah yang meningkat selama kuartal III. Belanja itu terutama untuk bantuan sosial dan dukungan kepada usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam kerangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Langkah tersebut mengurangi kontraksi pada konsumsi rumah tangga yang menunjukkan adanya perbaikan,” imbuhnya.

 Selain itu, kinerja ekspor menunjukan perbaikan. Terutama pada komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil (TPT) yang ditopang berlanjutnya peningkatan permintaan global terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Meskipun investasi masih dalam tekanan, beberapa sektor menunjukan perbaikan, seperti sektor bangunan, seiring berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Secara umum, lanjut Ani, pasca pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ekonomi mulai bergeliat. Terutama dari sisi konsumsi rumah tangga. “Kita lihat untuk konsumsi diharapkan akan bisa meningkat, sehingga bisa dekati 0 persen pada kuartal IV. Di kuartal III masih negatif, tapi lebih rendah dibandingkan kuartal II yang capai minus 5,5 persen,” jelasnya. 

Kemenkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III di kisaran -1 persen hingga -2,9 persen. Sementara untuk keseluruhan tahun di -0,6 persen hingga -1,72 persen. 

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, alasan menahan suku bunga acuan 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI-7DRR) di level 4 persen. Langkah tersebut mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global. Meski, dia mengakui ada cukup ruang untuk menurunkan lantaran inflasi yang rendah. 

“Tentu saja kebijakan itu kami akan mereview kembali pada rapat Dewan Gubernur BI November dengan melihat kondisi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan ketahanan eksternal,” kata Perry. Menurut dia, untuk mendorong kembali ekonomi dalam situasi krisis akibat pandemi Covid-19 adalah melalui jalur quantitative easing. Saat ini likuiditas perbankan sangat berlebih. Hingga 9 Oktober, BI telah menyuntikkan likuiditas di perbankan sebesar Rp 677,6 triliun.

Longgarnya likuiditas membuat tingginya rasion dana pihak ketiga (DPK) di level 32,23 persen. Juga, rendahnya rata-rata suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sekitar 3,29 persen. “Dengan demikian diharapkan mampu menopang peningkatan kredit dari sisi suplai,” ujarnya. 

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso optimis hingga akhir tahun akan perekonomian perlahan mulai pulih. Indikator yang pertama adalah menurunnya rasio kredit bermasalah (non-performing loan) pada September yakni 3,15 persen. Mengingat, pada bulan sebelumnya tercatat 3,22 persen. 

Kedua, program restrukturisasi khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan ditopang likuiditas perbankan yang kuat, industri keuangan masih stabil meski banyak pengusaha yang memohon penundaan pembayaran akibat usahanya terdampak. “UMKM ini tidak sulit, karena pertumbuhan recovery-nya cepat karena kecil,” ucap Wimboh.

 Melihat kondisi di lapangan, lanjut dia, sudah banyak masyarakat yang berani untuk melakukan aktivitas. Dari situlah semestinya konsumsi dari masyarakat menengah atas mulai akan naik. Selain itu, bukan tidak mungkin permintaan kredit akan kembali merangkak naik. (dee/han)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X